Kamis, 24 Februari 2011

I AM BREASTFEEDING MY BABIES AND PROUD OF IT

Ribut-ribut soal susu formula yang katanya tercemar bakteri Enterobacter zakazakii membuat aku rada gerah. Kenapa sih DPR malah berusaha keras menuntut peneliti IPB merilis daftar merek susu formula yang tercemar tersebut? Bukannya lebih baik uang yang digunakan untuk rapat dll itu digunakan untuk edukasi manfaat ASI bagi bayi. Apalagi susu yang diteliti tersebut merupakan produk dari tahun 2006 ke bawah yang sudah pasti tidak akan ditemukan di pasaran. Ditambah lagi BPOM juga sudah meneliti susu bayi yang saat ini beredar dan memastikan bahwa tidak ada produk susu formula yang tercemar bakteri.
Seandainya merek susu formula tersebut dirilis terus apa? Paling-paling masyarakat berpaling ke merek lain yang katanya lebih aman kan? Bukannya berpaling ke metode alamiah untuk mendapatkan gizi terbaik bagi bayi, yaitu ASI.
Saat ini dengan semakin banyaknya ibu yang bekerja di luar rumah, memberikan ASI rasanya semakin ditinggalkan. Banyak alasan dari para ibu untuk tidak memberikan ASI bagi bayinya. Aku gak ingin menyalahkan ibu yang memang benar-benar tidak bisa memproduksi ASI, walaupun menurut literature jumlah ibu yang sama sekali tidak bisa memproduksi ASI amatlah kecil bila dibandingkan dengan ibu yang bisa menyusui bayinya. Yang lebih banyak ditemui adalah kurangnya keinginan dan semangat memberikan ASI sehingga akibatnya ASI yang diproduksi sedikit atau kurang dapat memenuhi kebutuhan bayi.
Bayi yang minum ASI memang cepat lapar bila dibandingkan dengan bayi yang minum susu formula, karena ASI cepat diserap oleh tubuh bayi. Hal inilah yang sering mendorong para ibu untuk memberikan susu formula sebagai tambahan. Padahal ASI saja tanpa tambahan apa pun dapat memenuhi segala kebutuhan bayi hingga berumur 6 bulan.
Demikian pula saat baru melahirkan, bayi dapat bertahan tanpa diberi ASI selama kurang lebih 24 jam. Jadi tidak perlu buru-buru memberikan susu formula bila ASI belum dapat keluar. Yang terjadi ,perawat di RS memberikan saran untuk langsung memberikan susu formula bila ASI belum keluar, dengan alasan kasihan bayinya kelaparan.
ASI yang pertama kali keluar memang tidak seperti susu, tapi lebih bening dan cair. ASI ini sering tidak diberikan kepada bayi padahal inilah sumber kolostrum, perlindungan utama bagi bayi dari serangan penyakit.
Kenapa sih aku semangat banget disuruh ngomong soal susu menyusui ini? Mungkin lebih karena prihatin. Melihat susu formula diagung-agungkan sebagai sumber gizi utama bayi.
Aku sendiri menyusui kedua anakku hingga umur 2 tahun bahkan yang besar 2,5 tahun. Kalo Reihan dulu memang tidak ada hambatan sama sekali saat menyusui karena aku bekerja di rumah. Jadi kapan pun dia ingin ASI ayo aja. Untuk Nadia, hambatan memang besar sekali. Apalagi saat itu sebagai dokter hewan karantina di merak, kewajiban bertugas piket tidak bisa diabaikan.
Nadia dulu sempat ikutan piket malam segala, ikut pelatihan selama 3 hari di puncak, ikut kemana pun aku pergi. Memang repot, tapi demi ASI aku rela saja merepotkan diri.
Pernah berangkat ke kantor pake mobil kantor berseragam lengkap dari cilegon ke Merak. (sempat beberapa waktu membawa Nadia tinggal di cilegon) Nadia digendong sama ‘mbak’ nya di samping. Baru juga masuk dari pintu tol Cilegon Timur, Nadia rewel minta ASI…. Dibujuk-bujuk gak mau diam. Mungkin karena lapar dan mengantuk. Dengan sangat terpaksa, mobil kupinggirkan dulu dan menyusui di pinggir jalan tol!!!
Tidak lama, ada petugas jalan tol lewat dan aku ditanya kenapa kok berhenti di jalan tol. Aku bilang, “maaf pak, saya sedang menyusui anak saya, dia rewel minta ASI….” Sambil menunjuk Nadia yang sedang kususui. Si bapak petugas tersenyum maklum dan malah ikut berhenti di jalan tol menunggu hingga Nadia puas menyusu. Begitu selesai, aku langsung menyerahkan Nadia ke mbak nya dan segera menyetir ke merak.
Tapi pemberian ASI eklusif ke Nadia tidak bisa berlangsung hingga 6 bulan, hanya bisa 4 bulan lebih. Susu formula dengan sangat terpaksa juga diberikan bila aku gak ada. Susu formula tidak diberikan menggunakan botol dot, tapi disuapi menggunakan sendok dari gelas. Setelah Nadia bisa duduk, susu formula malah diberikan dari gelas langsung. Hal ini kulakukan supaya Nadia gak bingung puting, jadi bisa tetap menyusu langsung dari mamanya kalo aku di rumah. Sekali lagi ini memang lebih repot… tapi manfaatnya besar. Reihan dan Nadia tidak kenal botol dot dan tidak ada kebingungan seperti ibu lain yang berusaha mengganti metode pemberian susu dari botol ke gelas. Tidak perlu repot steril botol atau membeli berbotol-botol susu. Lebih hemat pengeluaran kan.
Pernah juga aku memerah ASI di kantor untuk dibawa pulang sebagai persediaan di rumah. Tapi berhubung jarak dari rumah – kantor (Jakarta – merak) yang jauh dan memakan waktu lama di jalan, kondisi ASI perah tersebut malah tidak bagus. Akhirnya metode perah tetap kuterapkan tapi ASI dibuang. Tujuannya supaya produksi ASI tidak berkurang. Ibaratnya begini misalkan jumlah ASI yang diproduksi rata-rata 10 liter sehari, dan hasil produksi tersebut disimpan di gudang. Tapi karena tidak dikeluarkan dari gudang, maka mesin utama ASI tidak berproduksi sampai gudang kosong. Karena gudang jarang kosong, maka mesin utama ASI akan mengurangi produksinya menjadi kurang dari 10 liter sehari. Bila hal ini terus terjadi, maka lama kelamaan mesin utama akan berhenti berproduksi. Yang rugi … ya kita sendiri…..
Kemudian daripada membeli susu formula yang lumayan mahal harganya, lebih baik uangnya dibelikan susu untuk ibu menyusui atau makanan penghasil ASI seperti daun katuk (saat ini malah ada dalam bentuk pil lho), dompet tidak cepat menipis kan….
Kekhawatiran bahwa Nadia minum susu tercemar juga tidak ada karena volume jumlah ASI yang diminum Nadia lebih banyak daripada volume jumlah susu formula. ASI banyak mengandung zat yang membuat daya tahan tubuh meningkat sehingga serangan bakteri, virus dan sejenisnya dapat ditangkal.
Mau tahu enaknya memberikan ASI,? Kalo bayi rewel di tengah malam karena minta susu, tidak perlu bangun mengambil botol, air panas, susu bubuk dan mengantuk-ngantuk bikin susu. Cukup miringkan tubuh, beri ASI dan tidur lagi. Gak perlu mengecek suhu susu apakah sudah cukup aman diberikan ke bayi terus juga gak perlu megangin botol susu…. Wah ketidaknyamanan itu tidak pernah aku rasakan.
Selain itu kalau pergi jalan-jalan, gak perlu bawa tas gede isi termos, susu bubuk, botol dan segala tetek bengeknya… cukup bawa popok dan baju ganti saja… kalo Nadia haus… ASI langsung tersedia….
Sambil menulis ini aku bilang ke Nadia… “Nadia, tahu gak, ada lho bayi yang gak dikasih nenen sama mamanya”. Nenen maksudnya ASI. Terus apa komentar Nadia?.... “Kasihan ya Ma… gak bisa nenen kayak Nadia!” sambil menyurukkan kepalanya ke dadaku minta dipeluk.
Jadi tunggu apalagi para ibu dan calon ibu…. Ayo susui bayi mu…. Kalo aku yang kerja antara Merak – Jakarta saja bisa… kenapa anda tidak bisa??? I am breastfeeding my babies and proud of it.

Pengikut