Kamis, 30 April 2020

PERJALANAN MENJADI DRH (BAGIAN 9: JALAN-JALAN DAN KKN)

Perjalanan Menjadi Drh 
Bagian 9: Jalan-jalan dan KKN 

Kenapa saya suka sekali masa koas? Karena bisa jalan ke banyak tempat, bahkan ke pelosok. 

Saat menjalani Koasistensi Dinas (Kodin) di Semarang, adalah saat yang berkesan. Dini hari sekitar jam 2an, kami ke RPH, untuk melihat proses pemotongan sapi, babi, dan kambing. Balik ke rumah kontrakan untuk sarapan dan mandi. Lanjut ke peternakan sapi di Mijen, atau ikut kegiatan dinas vaksinasi rabies dari kampung ke kampung, atau periksa sampel di lab keswan, atau periksa hewan di puskesmas. Seru! Pulang kembali ke kontrakan hanya untuk mandi, makan malam, dan gelepak tidur. 

Kami berenam saat itu, tiga perempuan dan tiga lelaki dengan  kendaraan 3 motor. Menjelajah Semarang dari ujung ke ujung. Lelah tak terasa, walau kalau sekarang diminta jalani hal seperti itu lagi belum tentu kuat fisiknya hahaha.

Pernah kami dikejar sapi yang ngamuk di Mijen. Herannya kami berenam bisa naik pagar setinggi 2 meter, tanpa bantuan. Jalan kaki mengetuk rumah demi rumah untuk vaksinasi rabies, lalu diminta mengejar anjingnya sendiri hahaha ... 

Sayangnya koleksi foto koas entah menyelip dimana hiks. Hanya menemukan sedikit foto. Padahal ada banyak foto seru saat koas. 

Selesai koas, saya segera mendaftar KKN. Berharap dapat lokasi yang jauh dari Yogya, untuk memuaskan jiwa jalan-jalan saya. Lah kok malah dapat Sleman. 

Begitu sampai lokasi di dusun Klumprit, Desa Wukirharjo, Prambanan Sleman, saya baru tahu bahwa ini bukan daerah Sleman yang subur gemah ripah loh jinawi. 

Kami tiba di puncak musim kemarau. Air bersih harus beli untuk minum dan mandi. Sejauh mata memandang dari puncak bukit, hanya suasana gersang dan meranggas. 

Tapi saya sangat menikmati masa KKN ini, teman 1 rumah seru dan menyenangkan. Ada 6 orang, 4 lelaki dan 2 perempuan. Kompak. Satu punya kegiatan, yang lain turun tangan membantu. 

Saya itu walau dokter hewan, tapi takut ular. Ndilalah, bersama teman satu lagi LI yang juga takut ular, paling sering ketemu ular. Padahal teman lain malah gak pernah lihat ular. 

Mendekati akhir, hujan pun turun. Klumprit pun menghijau, setidaknya untuk mandi, ada air hujan. 

Persahabatan masa KKN berlanjut hingga kini. Makasih ya dirimu yang KKN bareng ... pengalaman saat itu merasuk di hati.

Saya dan SS, niat foto dengan Wearpack. Saya lupa lokasi foto ini, sepertinya di Semarang.

Tim KKN, foto bersama dengan pak kadus sebelum perpisahan. Kami ajak mereka jalan-jalan ke Baron, sebagai tanda terima kasih.

Selasa, 28 April 2020

PERJALANAN MENJADI DRH (BAGIAN 8: WEARPACK DAN STETOSKOP)

Perjalanan Menjadi Drh 
Bagian 8: Wearpack dan Stetoskop 

Masa koasistensi adalah masa paling bahagia. Kami lebih banyak praktek lapangan daripada duduk manis di kelas. Sibuk setengah mati, kadang gak sempat makan. Sampai saat pelantikan Drh, berat badan kembali ke masa akhir SMA, 48 kg, kurus bingits.

Koasistensi di masa itu berdiri dari 6 bagian yaitu koasistensi diagnosa laboratorium, reproduksi, klinik interna hewan besar, interna hewan kecil, klinik bedah, serta kesehatan masyarakat dan administrasi dinas. Koasistensi ditutup dengan   kuliah kerja nyata. 

Koasistensi laboratorium, interna hewan kecil dan bedah banyak dilakukan di laboratorium Klebengan (yang sekarang menjadi kampus baru), dan Klinik Hewan Kuningan. Koasistensi hewan besar, reproduksi serta kesehatan masyarakat dan administrasi dinas (kodin) dilaksanakan di berbagai tempat. Banyak jalan-jalannya, sesuai dengan hobi saya hehehe. 

Merogoh saluran reproduksi sapi dengan tangan telanjang itu wajib. Tidak pakai sarung tangan karet. Bau? Rasanya kok gak ya. Untuk mahasiswa FKH, bau segala macam feses hewan itu rasanya biasa saja di hidung. Kadang, selesai praktikum, kami dengan santainya cuci tangan dan mencomot gorengan. Makan dengan nikmatnya di samping teletong. 

Baju wearpack warna hijau, hampir tiap hari dipakai. Kadang tidak dicuci dulu di hari berikut. Sepatu karet selutut, stetoskop, dan thermometer selalu terbawa. Saat mengalungkan stetoskop di leher, berasa bangganya jadi Dokter Hewan. 

Saya ingat saat koas di Poskeswan Lendah Kulon Progo. Dokternya wanita dan gesit naik motor. Kami berempat dengan 2 motor kadang ketinggalan jauh mengikuti dia, saat memeriksa hewan dari desa ke desa. Saya lupa siapa namanya, semoga beliau masih sehat. Ilmu yang diberikan benar-benar bermanfaat untuk kami. 

Koas interna hewan kecil dan bedah adalah momok sesungguhnya. Melakukan diagnosa itu tidak mudah. Seluruh sel otak harus bekerja keras saat dihadapkan pada satu kasus. Ketrampilan tangan juga teruji saat membedah hewan. 

Saya ingat, suatu hari kami membantu bedah caesar anjing, saya yang bertugas mengangkat anak anjing, dan HM yang bertugas memotong tali placenta, saking gugupnya HM dan saya, tidak hanya tali placenta terpotong, tapi juga sebagian kulit saya. 

Berdarah tapi tak sakit 
... saat itu. Begitu selesai operasi, baru sadar bahwa bagian kulit jari yang terpotong cukup besar. Barulah terasa sakitnya hehehe. Kok gugup? Hmmm anu, dosen bedahnya ganteng ... eh. Semoga beliau gak baca wkwkwk.

Ujian interna hewan kecil dilakukan dengan undian. Ada satu dosen killer yang dihindari semua orang. Saat mengambil gulungan kertas berisi dosen penguji, lebih menakutkan daripada menghadapi calon mertua. Hehehe ...

Saya juga menemukan sahabat baru, SS dan VD. Kami bertiga selalu 1 kelompok, dan selalu bersama pergi kemana pun. Dimana ada VD, pasti ada saya dan SS, demikian sebaliknya. SY sesekali ikut, tapi kesibukan kami telah membuat frekuensi pertemuan saya dan SY berkurang jauh.

Lanjut besok ya masa koasnya ...

Saya merogoh saluran reproduksi sapi. Kalau gak salah di RPH Yogyakarta. Sapi yang dijadikan hewan praktek adalah sapi yang hendak dipotong. 

Rombongan koas reproduksi di BBTU Baturaden, Purwokerto. Lap  kuning yang saya bawa itu pelindung kamera.

Senin, 27 April 2020

PERJALANAN MENJADI DRH (BAGIAN 7: SKRIPSI DAN WISUDA

Perjalanan Menjadi Drh
Bagian 7: Skripsi dan Wisuda 

Ada 3 golongan di angkatan kami, golongan tepat waktu, golongan Alhamdulillah gak telat, dan golongan Alhamdulillah bisa lulus. Tentu saja penggolongan ini kami sendiri yang menentukan, berdasarkan berapa lama lulus Sarjana hehehe. 

SY dan HM masuk golongan tepat waktu, sedang saya yang gak telat. IPK saya? Standar bisa lulus. Sempat memperoleh IP di bawah 2 saat semester 2, ups! 

Saat skripsi, saya berpartner dengan VD. Menggunakan hewan yang sama, yaitu anjing, dengan perlakuan berbeda. Skripsi saya, objeknya Vesica Urinaria, sedang VD telinga. 

"Studi media kontras udara dan urografin 76% pada rontgen vesica urinaria anjing" adalah judul skripsi saya. Sedang VD membandingkan benang cat gut dan benang katun pada hasil operasi telinga anjing. Jaman itu operasi telinga pada anjing masih dilakukan, kalau sekarang sudah dilarang. 

VD sebenarnya selalu berpartner dengan saya sejak semester 1. Nomor mahasiswa kami berurutan. Alhasil praktikum-praktikum yang berpasangan selalu bersama dia. Tak ada pilihan lain. 

Serunya menggunakan rontgen adalah, hasilnya harus dicetak dulu ke RS Sardjito. Ditunggu dengan kesabaran tinggi disana. Bila pasien (manusia) di Sardjito yang membutuhkan hasil rontgen banyak, makin lamalah hasil rontgen saya didapatkan. 

Dulu, juga sempat ditakut-takuti mandul oleh kakak kelas, karena menggunakan mesin rontgen secara intensif. Sehingga setiap kali hendak me-rontgen anjing, tindakan pencegahan kami lakukan berlebihan hahaha. 

Skripsi diselesaikan bersamaan dengan saya yang berusaha berdamai dengan diri sendiri, akibat perselisihan terus menerus dengan SY. Sebisa mungkin, saya tak melibatkan dia. Walau komitmen kami telah berubah menjadi sahabat, tapi kadang cara SY memperlakukan saya, membuat tak nyaman. 

Akhirnya hari pendadaran tiba, semua pertanyaan dapat saya jawab dengan baik. Di luar ruang pendadaran, tim hore menanti dengan cemas. Saat saya dinyatakan lulus, merekalah yang paling bahagia. Saya cuma bisa lemas memandang, segar kembali setelah dikasih makan. Btw tim hore ini, adalah anggota inti gank jalan-jalan plus VD. 

Saya sebenarnya orang gak enak ati, tapi suka makan sate hati minus ampela. Jelang wisuda, saya tahu SY berharap menjadi pendamping. Apalagi ortu dan keluarga hadir lengkap. Skripsi pun nama dia tak ditulis secara khusus. Ssst untunglah, karena akhirnya dia tak masuk golongan "Namanya tertulis di skripsi, tapi tidak di buku nikah." 

Sebagai kompensasi saya tak menjadikan dia sebagai pendamping, akhirnya kami berfoto berdua. Dengan posisi, terpisahkan oleh pagar Grha Sabha Permana. Secara simbolik, foto itu menggambarkan hubungan kami, yang tak bisa bersatu lagi. Btw, foto tidak di published ya hehehe ... 

Setelah wisuda, tentu saja koas menanti. Gank jalan-jalan sudah jarang lagi kumpul. Sibuk dengan koas masing-masing. Saya berusaha untuk tidak 1 kelompok dengan SY, menghindar dengan segenap usaha. 

Dan ... saya menemukan gank baru. Selalu berbareng 1 kelompok hingga pelantikan drh.

Saya setelah pendadaran, bisa senyum lebar setelah makan kue.

Wisuda Sarjana tahun 1996, dan inilah mereka yang selalu 1 kelompok koas dengan saya hingga lulus.

Minggu, 26 April 2020

PERJALANAN MENJADI DRH (BAGIAN 6: HIJAU DAN MERAH)

Perjalanan Menjadi Drh
Bagian 6: Hijau dan Merah 

Disclaimer:
Tulisan bagian ini bersifat subjektif, dari sudut pandang saya. Maafkan bila ada pihak yang tersinggung. 

Saya dan SY adalah partner serasi dalam organisasi, bagai tumbu ketemu tutup. Biasanya dia yang jadi leader, dan saya jadi back up utama. Tahun 93 (semoga ingatan saya tidak salah), SY maju sebagai ketua BEM FKH. 

Saat itu ada 2 golongan besar di FKH, golongan hijau dan merah. Angkatan 91, terutama gank jalan-jalan kami, tidak masuk ke golongan merah maupun hijau. Bisa dibilang kami mbalelo. 

Saat pemilihan ketua BEM, SY maju secara independen, tentu saja dengan dukungan penuh dari gank jalan-jalan. Saya berperan sebagai sekretaris, humas, tukang foto, penghibur, penyemangat yang dilakukan dengan penuh cinta. Uhuy ... Please jangan pada sirik bacanya wkwkwk.

Saat itu, kami dengan naifnya berpikir bahwa SY pasti menang tanpa halangan.

SY menang. Tapi kemenangan ini dianulir dengan berbagai alasan. Akibatnya diadakan pemilihan ulang. 

Saya tentu saja tidak terima. Segera saya kumpulkan bukti dan melapor ke BEM Universitas. 

Singkatnya, tahun itu FKH UGM tidak memiliki ketua BEM. 

Bermula dari sinilah, saya sadar bahwa politik itu kotor. Dunia yang tadinya menarik bagi saya, menjadi dunia yang menjijikkan. Orang-orang yang saya kagumi, ternyata setega itu pada kami. 

Perlahan saya menarik diri dari kegiatan BEM FKH dan Universitas. Perasaan bahwa kami dijegal dengan cara yang gak banget, membuat saya kecewa berat. 

Bertahun-tahun kemudian, perasaan kesal itu mereda. Cerita FKH tidak punya ketua BEM tahun itu malah jadi bahan candaan kami. Tak ada lagi golongan hijau dan merah di Songosiji FKH saat ini. Kami satu, Songosjier. 

Apa yang sebenarnya terjadi tahun itu, saya sendiri tidak tahu. 

Btw, suatu hari, suami pernah ditawari menjadi caleg oleh sebuah partai. Saya langsung teringat perasaan kecewa saya saat pemilihan ketua BEM dulu. Saya bilang ke suami, "Kalau papa bilang iya, kita pisah aja!" 

Hehehe jahat ya ... politik itu kejam bro.

Foto 1
SY duduk paling kanan saat hendak berorasi, sebelum pemilihan ketua BEM

Foto 2
Saya iseng maju ke lapangan, saat ada yang orasi. Film di kamera tinggal sedikit, dan saya belum ada di dalamnya hehehe. Jiwa narsis saya meronta. Hasilnya buram dan gak fokus ... nasib nasib ...

Sabtu, 25 April 2020

PERJALANAN MENJADI DRH (BAGIAN 5: TEMEN DAN DEMEN)

Perjalanan Menjadi Drh 
Bagian 5: Temen dan Demen 
#JuliaSays 

Perjalanan hidup tak ada yang bisa menduga. Siapa jodoh kita, juga tak ada yang tahu. SY akhirnya menjadi teman yang dekat di hati, saya pun tak bisa menduganya. 

Malam sudah gelap, saat kami beriringan jalan pulang ke kost dari perpustakaan. Sebuah kalimat tanya dari SY memporak-porandakan perasaan saya. 

Saat itu, saya sudah nyaman kuliah di FKH. Walau tertatih dengan semua pelajaran yang menggunakan mikroskop, tapi semuanya saya bawa senang. Gank jalan kami semakin banyak anggotanya, sedang seru-serunya. 

Sejak SMA saya melihat banyak contoh, saat 2 orang dalam sebuah kelompok pacaran, maka kelompok itu akan bubar. Orang pacaran juga cenderung hanya dengan pacarnya saja, melupakan teman lain. Sudah gak bisa lagi runtang-runtung kesana kemari dengan orang lain. Hidupnya seperti milik berdua, yang lain ngontrak. 

SY dengan sifatnya yang ramah dan ringan tangan pada siapa pun, juga akan tersiksa bila harus berdua terus dengan saya. Saya pun akan tidak nyaman berhubungan dengan teman lain, karena status sebagai pacar SY.

Bukan berarti saya ingin dilirik lelaki lain, atau membebaskan SY melirik perempuan lain. Bukan itu. Saya hanya tidak ingin gank kami bubar. Akhirnya kami putuskan, bahwa hubungan kami harus dirahasiakan. Hanya HM yang tahu status kami berdua yang sudah berubah. Kami tetap jalan bertiga kemana pun, walau HM sering bilang ...

"Perasaan aku jadi obat nyamuk kalian ya !" Wkwkwk... Maafkan kami ya HM. 

Maka itulah yang terjadi ... dari temen jadi demen.

Sayangnya, banyak masalah terjadi saat kami sudah berubah status. Saat ini saya melihat, bahwa kami sama-sama belum dewasa. Saya tidak nyaman saat SY membantu perempuan lain, walau itu sepengetahuan saya, atau malah saya yang menyuruh dia. Saya pun tak nyaman dengan sifat posesif SY. 

Hubungan kami sempat putus sambung beberapa kali. SY beberapa kali ketahuan PDKT dengan adik kelas. Ketidaktahuan orang akan status kami, ternyata dimanfaatkan seluas-luasnya oleh dia hehehe. Pada satu titik menjelang skripsi, saya pun tak tahan. 

Kami berpisah, kali ini saya putuskan untuk selamanya. Pada saat kami berpisah inilah, orang baru tahu kami berpacaran. Ironis kan? 

Belakangan hari terungkap, bahwa SY pun tidak nyaman dengan saya. Bisa dibilang kami tidak setara. Saya terlalu mendominasi dan mengatur. Ini adalah salah satu alasan dia melirik adik kelas. Setidaknya dia bisa jadi hero buat si adik itu. Selain itu ketidaksetujuan ortu saya, membuat dia ragu akan masa depan hubungan kami. 

Saat saya menjauh dan menyatakan bahwa kita harus benar-benar berpisah, SY tidak terima. Saya menjauh dari semua orang. Teman kost lama pun tak pernah saya ceritakan, mengapa kami berpisah. HM saat itu sedang dekat dengan calon suaminya, sehingga saya pun tak bercerita. Bahkan saya memutuskan pindah kost, hanya demi menghindari SY.

Kost lama, orang yang datang bisa langsung mengetuk pintu kamar. Sehingga saya tidak bisa bersembunyi dari SY. Kost baru berlantai 2, dan saya di kamar atas. Ada pagar yang memisahkan kamar dan ruang tamu. Kost ini milik sesama FKH 91 juga, namanya SS. Padanya saya sedikit bercerita, alasan saya  pindah kost.

Dalam pikiran saya, kami harus menjaga jarak, harus lebih jarang bertemu secara fisik. Apalagi SY wisuda duluan, dan koas lebih dulu. Hampir tak ada lagi kelas bersama. SY tidak terima saat saya menjauh. Kami sempat bertengkar di kampus, disaksikan beberapa orang. Memalukan pokoknya. Hahaha ...

Saat wisuda sarjana, status saya kembali jomlo. Tak ada pendamping hehehe. Btw, saat SY wisuda, saya mendampingi, walau kami sudah putus hubungan. Saya tidak enak hati dengan ortu dan kakak SY. Ibunya saat itu, cinta mati ke saya. Sedangkan ortu saya tidak terlalu suka dengan SY.

Orang yang tahu riwayat saya dan SY pasti heran, kok sekarang bisa santai berteman lagi. Prinsip saya, dulu kami sahabat dekat, sahabat yang tak cocok jadi teman hidup. Tak ada salahnya, kami kembali menjadi sahabat. Tak ada mantan sahabat, yang ada hanya mantan pacar.

Bahkan suami pernah jadi tempat curhat SY, saat dia hendak berpisah dengan istrinya. Btw suami saya tahu banget riwayat hidup istrinya hehehe. Jadi kalau dia baca ini, paling ngakak doang. 

Bila orang lain musuhan dengan mantan, tidak bagi kami. Kami hanya cocok sebagai sahabat, dan selamanya menjadi sahabat.

Jumat, 24 April 2020

PERJALANAN MENJADI DRH (BAGIAN 4: DIKTAT DAN SAHABAT)

Perjalanan Menuju Drh 
Bagian 4: Diktat dan Sahabat 

Sejak semester 2, saya dibekali PC komputer plus printer oleh ortu. Printer dot matrix yang ributnya minta ampun. Kalau terpaksa nge-print dini hari, saya harus memastikan pintu dan jendela kamar tertutup rapat, guna tidak mengganggu teman lain. 

Sewaktu SMA, salah satu ketrampilan yang wajib dimiliki anak SMA 12 adalah mengetik10 jari. Kemampuan yang membuat saya tampak keren saat mengetik, wkwkwk. Yakin deh, tak banyak orang yang bisa mengetik cepat tanpa melihat keyboard, tentu saja minus typo.

Jaman itu, dosen mengajar berbekal beberapa lembar mika yang dipasang di OHP Proyektor. Bahan yang berupa poin-poin itu diterangkan secara detil lembar demi lembar. Mencatat perkataan dosen adalah suatu keharusan. Kadang, soal yang keluar bukan yang ada di OHP, tapi yang keluar dari mulut beliau. 

Bersama gank jalan-jalan, kami membagi tugas. Ada yang mencatat, ada yang memfotokopi lembaran mika, ada yang meminjam catatan teman lain (teman yang nyatetnya rajin), ada juga yang  mengumpulkan diktat kakak angkatan. 

Diktat warisan biasanya sudah gak karuan bentuknya. Malah ada yang dalam bentuk tulisan tangan dengan catatan pinggir sana sini. Atau tulisan tak terbaca lagi, karena buram saat dikopi.

Akhirnya saya memanfaatkan PC dan kemampuan mengetik saya untuk mengetik ulang diktat kuliah, tentu saja dengan tambahan catatan terbaru tahun itu. Sebenarnya diktat itu diketik untuk kalangan terbatas, gank jalan-jalan kami. Tapi ternyata, diktat itu menyebar tak terkendali, ke kakak kelas yang mengulang, serta adik kelas, tidak hanya di angkatan 91 saja. 

Sebenarnya malu, karena di akhir diktat selalu saya tambahkan lirik lagu yang sedang merasuk di hati saat itu. Plus ucapan terima kasih untuk beberapa sahabat yang telah membantu. Tak lupa trade mark saya, inisial JR3. 

Diktat itu juga membuat saya didatangi beberapa orang yang tadinya tak saya kenal sama sekali. Alasan pinjam diktat, berakhir dengan obrolan panjang.

Suatu saat, seorang kakak kelas datang ke kost. Dia bilang mau pinjam diktat anu. Saya heran sebenarnya, dia kan gak mengulang pelajaran itu, kenapa pinjam diktat saya. Ngobrollah kami panjang lebar. Diakhiri dengan ajakan bergabung sebagai panitia, seksi dokumentasi tentu saja, pada kegiatan BEM yang akan diketuai olehnya.

Beberapa saat setelah dia pulang, SY datang ke kost. Cara bertanya secara detil mengenai si kakak kelas membuat saya tidak nyaman. 

Saya, SY dan 1 teman perempuan lagi, HM, selalu bertiga kemana pun. Kami anggota inti gank jalan-jalan. SY biasanya sebagai ketua, dan saya sebagai sekretaris, berperan di balik layar. Kolaborasi kami bertiga sangat menyenangkan, saling melengkapi.

SY juga populer di kalangan wanita, karena ramah dan ringan tangan. Hampir tiap pagi, SY mampir kost untuk bareng berangkat kuliah. Siang, kami bertiga selalu makan siang bareng. Saat praktikum, kami bertiga juga saling bantu. Juga belajar bareng di Perpustakaan menjelang ujian. 

Fakta yang baru saya tahu beberapa tahun ini adalah, banyak kakak kelas yang menanyakan saya via SY.

Maya itu gimana orangnya?
Maya udah punya pacar belum?
Kamu kan akrab sama Maya, salam ya ...

Jiahaha ... dan tak satu kali pun salam itu sampai ke saya. Pertanyaan para peminat langsung diblokir oleh SY wkwkwk

Pantes, dulu gak laku hahaha ...
Pantes yang biasa ke kost, gak datang lagi ...hihihi.

Pada suatu malam, saat menjelang ujian, SY menyatakan perasaannya ke saya ...

Lalu?

Sebagian gank jalan-jalan hang out ke Taman Sari 

Foto bareng di depan kost seusai pulang dari Solo.

Kamis, 23 April 2020

PERJALANAN MENJADI DRH (BAGIAN 3: KAMERA DAN PANITIA)

Perjalanan Menuju Drh
Bagian 3: Kamera dan Panitia
#JuliaSays 

Papa saya suka sekali memoto anaknya dalam berbagai kegiatan. Jaman SD, foto saya dan adik-adik di sekolah lumayan lengkap. Sejak SMP, diperbolehkan membawa kamera sendiri ke sekolah. Hayo siapa yang pernah jadi teman sekelas saya di SMP SMA? Pasti saya punya fotonya hehehe. 

Sebenarnya saat membujuk saya masuk Kedokteran atau Kedokteran Hewan, Papa menjanjikan sesuatu yang mustahil terbeli. Saat itu kami sekeluarga memiliki VW Combi, alias mobil roti tawar. Saat itu saya ngiler dengan mobil VW Kodok. Lucu pasti jalan-jalan pakai VW Kodok, bujuk saya saat itu ke Papa. 

"Ya udah, kalau bisa masuk UNDIP atau UGM, ntar Papa beliin VW Kodok!" ujar Papa.

Sebenarnya janji itu, gak terlalu mendorong saya belajar keras sih. Saya belajar karena ingin membuktikan bahwa saya mampu lolos UMPTN. Jaman SD, saya selalu Juara 2, gak pernah juara 1 hehehe. Saat SMP, sempat  masuk 5 besar di kelas saat kelas 1, selanjutnya melorot terus. SMA, bisa 20 besar di kelas doang hahaha. Saingan saat SMA itu berat. SMA 12 adalah salah satu unggulan di Duren Sawit saat itu. Sebagai anak sulung, yang dijadikan panutan, lolos UMPTN  pasti sangat diharapkan.

Kalimat pembujuk dibelikan VW Kodok sebenarnya sudah saya lupakan. Tapi saat pertengahan semester 1, sehabis kepanasan mengayuh sepeda pulang kuliah. Saya iseng menagih ke Papa. Papa dan Mama rutin menelpon via telpon di kost. Ini tahun 90an, belum ada HP. Andalan untuk tahu kabar anaknya ya via telpon. 

Jawaban Papa, "Lha kan sudah dibelikan sepeda gress buat kuliah" 

Sebenarnya sih, memang gak ada duitnya buat beli mobil hahaha. Papa gak terlalu yakin, saya mampu menembus UGM sebenarnya. Akhirnya saya dibelikan kamera Canon Eos sebagai pengganti. Hadiah yang saya sambut dengan suka cita. 

Nah, saat saya terjun di BEM Universitas dan Fakultas, saya yang punya kamera selalu dijadikan panitia di berbagai kegiatan. Nama saya selalu tertera di seksi perlengkapan dan dokumentasi. 

Saya ya ikut guntingi karton, busa, stiker atau sterofom untuk  spanduk. Sekaligus memasangnya sebelum acara berlangsung. Jaman itu gak ada percetakan spanduk gaes. Tulisan di spanduk ya dibikin manual, kata demi kata ditulis di sterofom, digunting dan dipasang satu persatu di kain spanduk. Bayangin kalau tulisan sepanjang kereta api, bisa lebih dari 24 jam bikinnya. Tentu saja tugas utama saya, bagian ceklak ceklek. Jadi kalau sampai sekarang, saya selalu berperan jadi pengarah gaya sebelum difoto, itu adalah bakat yang sudah terasah bertahun-tahun hahaha ... 

Alhasil foto saya jarang ada. Lah saya yang moto! Hiks. Atau kalau saya ada, hasilnya buram karena gak fokus, atau komposisi yang gak berimbang. 

Kemudian, saya bertemu teman yang suka foto juga di gelanggang. Jadilah kami hunting objek foto, belajar panning, ISO, cahaya dan sebagainya. Toko Central di Jalan Solo adalah tempat nongkrong favorit, karena menawarkan harga cetak yang murah dan berkualitas.

Seorang sahabat, saat itu masih temenan, sebutin namanya gak? Hehehe. Demi amannya, kita kasih inisial aja ya. Namanya SY. 

SY pernah berjanji ke saya, "Suatu hari nanti, kita akan keliling Jawa, memotret semua orang-orangan sawah yang bisa kita temukan!"

Kok orang-orangan sawah? Ya saya terobsesi dengan scarecrow alias orang-orangan sawah. Bentuknya gak ada yang sama antar sawah satu dengan yang lain. Bahkan antar daerah pun berbeda. Kalau kebetulan lihat sawah saat menjelang panen, pasti saya mencari scarecrow dan ceklak ceklek kalau masih ada film di kamera. 

Btw, saat itu kalau mau foto-foto, dibatasi oleh jumlah, kalau gak 24 ya 36 jepretan. Saya ahli memasang film, sehingga bisa mendapatkan hasil 25 atau 37 kadang 38 jepretan. Belajar dari nongkrong di Toko Central itu. Satu kegiatan biasanya saya dikasih jatah 1-2 roll film isi 36. Kalau dapat 2 roll isi 36, artinya panitia rada punya duit. Kalau dapat jatah 1 film isi 24, ya berarti duit panitia seadanya. 

Kadang, saya cuma ditanya, "Masih punya film gak di kamera? Fotoin kegiatan anu dong."

Saya pun menyumbang 1-2 jepretan. Tapi pada dasarnya saya suka memoto orang, walau gak dikasih film, ya tetap saya fotoin kegiatan yang kebetulan saya tahu. 

Menjelang akhir kuliah sarjana, saya sering diminta tolong memoto hasil atau proses skripsi, sebagai bukti penelitian. Selama masa kuliah, saya juga sering memoto preparat praktikum untuk bahan belajar. Dapat bayaran? Ya gak lah, kadang dapat traktiran aja. Saya gak pernah hitungan soal moto-memoto ini. Asal saya bisa berlatih menggunakan berbagai bukaan rana, cahaya dan sebagainya, sudah cukup buat saya. 

Efek samping dari kesukaan fotografi ini adalah, koleksi foto yang bejibun selama masa kuliah. Ada mungkin 10 album besar. 

Selain itu, berkat bisa memoto, saya bisa kenal dengan banyak orang (walau sebagian besar saya lupa namanya), serta ikut dengan banyak kegiatan. 

Lalu bagaimana dengan kuliah? 
Lanjut lagi ya besok ...

Foto atas diambil oleh sesama teman nongkrong di Toko Central. Seingat saya ini rapat BEM atau Senat Universitas di sebuah vila di Kaliurang. Muka saya sudah ngantuk mendengarkan paparan, tapi tetap harus standby untuk mengabadikan kegiatan.

Foto bakti sosial BEM FKH UGM di Kaliurang. Foto bersama panitia, ketua BEM dan ketua Senat FKH. Pose saya seperti itu, karena harus berlari mengambil posisi setelah menyetel kamera pada mode otomatis. Tas kamera itu yang selalu saya bawa, bukan tas girly kekinian hehehe.

Rabu, 22 April 2020

PERJALANAN MENJADI DRH (BAGIAN 2: ADAPTASI DAN PIKNIK

Perjalanan Menjadi Drh
Bagian 2: Adaptasi dan Piknik 
#JuliaSays 

Masih dinihari, saat saya tiba di Yogya. Kebetulan Papa saya ada tugas yang tak bisa ditinggal, sehingga Mama dan saya diantar sopir yang tak tahu jalan di Yogya.  Keblasuk-blasuk mencari bangjo, yang kami kira nama toko. Bingung mengartikan arah wetan, kulon dan semacamnya hahaha. Sampai juga akhirnya di Grafika UGM untuk daftar ulang. 

Antri untuk mengetik kartu mahasiswa, mencoba memahami aneka bahasa yang digunakan orang di sekitar saya, serta berkenalan dengan teman baru. Semuanya membangkitkan adrenalin dalam jiwa. 

Saat opspek, lagi-lagi saya banyak salah paham dengan percakapan kakak kelas. Bahasa Indonesia dengan logat medok Jawa membuat saya banyak bengong dan lambat mengartikan. Walau saya berdarah separuh Jawa, tapi bahasa Jawa tak pernah digunakan di rumah. 

Saat itu, yang masuk UGM rerata berasal dari SMA 1 atau 2, atau angka kecil di bawah 5. Bayangkan keterkejutan mereka saat saya menyebutkan saya berasal dari SMA 12! Satu angkatan FKH 91, ada 3 orang dari Jakarta. Dua orang teman saya itu angka SMA nya lebih besar lagi, puluhan. Takjub tertera di wajah mereka, saat tahu bahwa Jakarta memiliki puluhan SMA Negeri. Saya pun heran, saat tahu bahwa di daerah, SMA Negeri paling banyak 10 di satu Kabupaten. Serta anak yang bisa masuk UGM itu pastilah anak SMA 1. 

Semester 1 berasa mengulang pelajaran SMA dengan pendalaman khusus. Kuliah di Gedung Kuliah Umum dengan pengajar monitor TV; praktikum di Fakultas MIPA dan Biologi; ruangan kuliah di Sekip yang besar dan bangku dilengkapi meja; kuliah tanpa seragam, bahkan bisa pakai kaus oblong dan jeans; semuanya menarik. Perlahan saya mulai asyik dan melupakan sastra. 

Tapi terus terang, saya tak bisa mengingat secara detil pelajaran demi pelajaran masa kuliah. Sedari awal masuk, saya langsung punya gank dengan hobi sama. Jalan-jalan. 

Baru selesai opspek, kami sudah pergi ke Monjali, lalu ke Parangtritis. Dilanjutkan mengunjungi rumah teman-teman seputaran Yogya. Rumah teman di Bantul, Sleman, Magelang, Purworejo, Kulon Progo wajib dikunjungi. Terkadang menginap disana. Naik angkutan umum tentu saja. Terkadang naik motor berombongan. Saya bagian dibonceng hehehe. 

Seingat saya, tak ada waktu luang tanpa jalan-jalan. Walau hanya sekedar menyusuri Malioboro. Gank ini awet, sampai satu persatu dari kami lulus sarjana. Masa koas, komposisi gank berubah. 

Semester dua, saya diajak Kongres ISMAKAHI (Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia) di Surabaya. Saat itu anggotanya hanya 5 Universitas, UGM, IPB, UNAIR, UDAYANA, dan UNSYIAH. 

Saya pun takjub mendengar para senior berargumen terhadap suatu masalah. Mencari solusi dan sebagainya. Warna jaket UGM terlihat mencolok saat sesi foto bersama, karena jaket yang lain bernuansa sama yaitu biru. 

Dan ... terjun bebaslah saya di BEM UGM, luntang lantung di Gelanggang. Rapat sana sini. Mendengarkan Anies Baswedan berorasi. Ikut berbagai kegiatan. Seru dan menyenangkan.

Kuliah? Berasa sampingan hehehe ....

Lanjut ya besok lagi ...

Note
Foto sebagian dari gank saya di Parangtritis

PERJALANAN MENJADI DRH (BAGIAN 1: SMA DAN UMPTN)

Menjelang World Veterinary Day, tanggal 25 April, saya akan menulis perjalanan menjadi Dokter Hewan. 

Perjalanan Menjadi Drh
Bagian 1: SMA dan UMPTN 
#JuliaSays 
Julia Rosmaya 

Papa saya, drh Rustam AS, adalah dokter hewan praktisi lulusan UGM dan PNS di Departemen Kesehatan. Jaman itu, jadi PNS banyak waktu luangnya, sehingga papa berkesempatan mengembangkan praktek dokter hewan di daerah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sana. Sempat memiliki pet shop dan klinik kecil di daerah Melawai (kalau gak salah).

Tapi, saya tak ingin jadi dokter hewan. Walau sebagaimana layaknya anak kecil jaman dulu, pernah bercita-cita jadi dokter (manusia). Semakin besar, dunia buku dan tulis menulis menarik saya demikian kuat. Cita-cita menjadi penulis setenar Enid Blyton pun menjura dalam jiwa. 

Menjelang kenaikan kelas 2 SMA, seperti umumnya orang tua jaman itu, saya diwajibkan masuk A1 Fisika. Saya tahu, bahwa saya lemah di Fisika dan matematika. Saya coba tawar untuk masuk A2 Biologi, walau sebenarnya ingin masuk A4 Bahasa. Sayangnya di SMAN 12 Jakarta, tak ada jurusan A4, hanya sampai A3 Sosial.

Maka, masuklah saya di jurusan A2. Hanya 2 kelas saat itu, dan didominasi wanita. Banyak hafalan, tapi saya suka. Pada umumnya anak Biologi identik dengan keinginan menjadi dokter. Tapi tidak bagi saya. 

Menjelang UMPTN, saya diwajibkan untuk memilih Fakultas Kedokteran. Sebenarnya saya ingin memilih Sastra Inggris. Bahasa Inggris adalah satu-satunya pelajaran, tanpa saya belajar, tapi mendapat nilai A. Saya juga sempat menamatkan kursus di LIA PPIA hingga Post Intermediate. Lalu lanjut ke tingkat 2 level Advance. 

Tawar menawar sekali lagi terjadi dengan orang tua. Akhirnya untuk UMPTN, saya memilih Fakultas Kedokteran Undip, Fakultas Kedokteran Hewan UGM, dan Fakultas Sastra Inggris UI. 

Oh iya, salah satu syarat saya untuk tempat kuliah adalah, jangan di Bogor atau Bandung. Alasannya simpel. Saya tidak tahan dingin, dan 2 kota itu berudara dingin. 

Saya juga ikut ujian di Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi Jakarta, dan lulus 10 besar... yups saya lulus! Bahkan ditawarkan pemotongan uang kuliah sekian persen karena 10 besar itu. But my heart is not into it ... 

Saya bilang ke ortu, tunggu hasil UMPTN saja. Sementara itu, saya ikut ujian D3 Hubungan Internasional UI, tapi gak lulus hehehe. 

Tibalah hari pengumuman UMPTN. Pagi sekali, saya sudah naik sepeda ke pasar. Mencari koran yang memuat hasil pengumuman UMPTN. Dalam hati saya berharap, Sastra Inggris-lah yang tembus. Tapi, entah mengapa ada sedikit firasat bahwa Yogya-lah tempat saya. 

Dan ... Saya lulus di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada!

Papa senang sekali. Akhirnya ada anak yang akan meneruskan tempat prakteknya. Hati saya sedikit mencelos ... Tapi kemudian terhibur, hai UGM woiii ... Kampus keren itu! 

Saya pun menuju Yogyakarta pada pertengahan Agustus 1991.

Senin, 06 April 2020

CUCI TANGAN

Cuci Tangan 

Kim Young Kwang menyingsingkan lengan, menarik tangan Jin Ki Joo ke wastafel. Perlahan dicucinya tangan Ki Joo, sembari melihat aturan cuci tangan yang benar di dekat kaca. 

Duh, ini adegan yang paling mendebarkan di Drakor "The Secret Life of My Secretary." Lebih mendebarkan dari adegan kecup-kecupnya ... ups.

Cara cuci tangan yang benar, mungkin sudah banyak yang paham. Tapi boleh kan, saya tuliskan lagi tahapannya.

Cuci tangan yang benar (Sumber Kememkes RI):
1. Basahi tangan, gosok sabun pada telapak tangan, kemudian gosok kedua telapak tangan secara memutar
2. Usap dan gosok kedua punggung tangan
3. Gosok sela-sela jari tangan
4. Bersihkan ujung jari dengan posisi saling mengunci
5. Gosok dan putar ibu jari
6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan, kemudian bilas dengan air bersih.

Bingung? Duh ... cari deh Drakor-nya Kim Young Kwang ini. Dijamin tidak mengecewakan, bikin imunitas meningkat hehehe.

Kalau ponakan sesumbar. Dia memanggil saya mama, "Mama, kalau Dilfa belajar cuci tangan dari Tik Tok!"

Hahaha ...

Ayo cuci tangan yang benar, hempaskan virus Sars-Co-V2 dari telapak tangan.

PEMBIASAAN PAKAI MASKER

Pembiasaan Pakai Masker 

Mulai 12 April 2020, seluruh penumpang Commuter Line wajib pakai masker!

Demikian, pengumuman di group KRL-mania kemarin. Sebagai komuter, pengguna kereta, kebiasaan menggunakan masker penutup muka sebenarnya sudah dilakukan dari dulu. 

Memang sih, dulu itu tujuan utamanya bukan menghadang virus. Tapi menghadang bau tak sedap dari sesama penumpang merasuk hidung. Juga mencegah penumpang lain menikmati muka jelek kita dengan mulut ternganga lebar saat tertidur. Serta untuk menampung iler yang mungkin terjatuh tanpa kendali, hehehe. 

Dari dulu, sudah terbiasa pakai masker kain. Buatan mbak Prapti Kusumastuti yang keren banget bikinnya. Masker kain 2 lapis yang bisa digunakan bolak balik, terbuat dari katun Jepang yang nyaman, tidak terlalu tebal hingga bikin kita susah bernafas, tapi juga tidak terlalu tipis hingga warna lipstik terlihat. 

Masker bedah yang sekarang harganya selangit itu, malah jarang saya pakai. Walau selalu ada sekotak, dua kotak di rumah. Saat itu saya hanya berpikir, kok sayang banget sekali pakai buang. Mending pakai masker kain yang bisa dicuci dan dipakai lagi. 

Memang pakai masker di muka itu bagi yang tak terbiasa, akan terasa merepotkan. Keluhan utama susah bernafas. Keluhan kedua bagi yang berkacamata, membuat kaca mudah berembun. Untuk itu, jangan berlari saat pakai masker atau melakukan aktivitas yang menuntut kita mengambil dan membuang nafas secara cepat. Untuk kacamata, tak ada jalan lain selain rajin mengelap kaca. 

Keuntungan lain menggunakan masker kain, saat naik ojek online atau kendaraan umum tanpa AC. Debu yang beterbangan akan terminimalisir mengenai wajah. Terpaan sinar matahari, juga tak langsung mengenai kulit. Tapi ingat, fungsi masker kain tetap tidak sama dengan sunscreen ya, sunscreen tetap harus dipakai saat kita keluar rumah. 

Mari biasakan diri pakai masker kain. Masker bedah untuk tenaga kesehatan saja. 

Tapi ingat, saat hendak selfie dengan pose senyum. Lepaskan dulu masker. Percuma senyum bila tak terlihat manisnya, karena tertutup masker.

YANG DIRINDUKAN

Yang Dirindukan 

Memasuki minggu ketiga #DiRumahAja buatku, mulai terasa rindu yang tak biasa. 

Rindu ke kantor ... waks! 

Merindukan meja makan kantor, yang setiap jam makan penuh orang. Merindukan percakapan ngalor-ngidul, mulai soal kerjaan hingga soal gak karuan.

Ada teman yang sudah mulai halu, jam 11an lewat, sudah ribut di WAG ngajak ke meja makan hihihi.

Beda dengan teman dari UPT lain, yang dirindukan adalah warung bakso dekat kantor. Tempat rumpi melepaskan kepenatan.

Ada pula yang merindukan ruangan kantornya. Ah sama dong ... ruangan kantorku berpemandangan hijau terbentang. Bisa memantau orang lalu-lalang tanpa ketahuan, karena terhalang kaca hitam. 

Ada yang merindukan rapat marathon. Ada yang merindukan kesibukan menyiapkan Bimtek. Ada pula yang merindukan suara mesin fotokopi kantor dan dering telpon tanpa henti. 

Hal-hal kecil yang dulu dianggap biasa, jadi hal luar biasa saat ini.

Mari bersama #JagaJarak dan stay at home untuk sementara, agar pandemi segera berlalu. Serta dapat bertemu kamu, di meja makan ... :) 

Foto 
Kelar pesta duren di meja makan kantor

Pengikut