Jumat, 24 April 2020

PERJALANAN MENJADI DRH (BAGIAN 4: DIKTAT DAN SAHABAT)

Perjalanan Menuju Drh 
Bagian 4: Diktat dan Sahabat 

Sejak semester 2, saya dibekali PC komputer plus printer oleh ortu. Printer dot matrix yang ributnya minta ampun. Kalau terpaksa nge-print dini hari, saya harus memastikan pintu dan jendela kamar tertutup rapat, guna tidak mengganggu teman lain. 

Sewaktu SMA, salah satu ketrampilan yang wajib dimiliki anak SMA 12 adalah mengetik10 jari. Kemampuan yang membuat saya tampak keren saat mengetik, wkwkwk. Yakin deh, tak banyak orang yang bisa mengetik cepat tanpa melihat keyboard, tentu saja minus typo.

Jaman itu, dosen mengajar berbekal beberapa lembar mika yang dipasang di OHP Proyektor. Bahan yang berupa poin-poin itu diterangkan secara detil lembar demi lembar. Mencatat perkataan dosen adalah suatu keharusan. Kadang, soal yang keluar bukan yang ada di OHP, tapi yang keluar dari mulut beliau. 

Bersama gank jalan-jalan, kami membagi tugas. Ada yang mencatat, ada yang memfotokopi lembaran mika, ada yang meminjam catatan teman lain (teman yang nyatetnya rajin), ada juga yang  mengumpulkan diktat kakak angkatan. 

Diktat warisan biasanya sudah gak karuan bentuknya. Malah ada yang dalam bentuk tulisan tangan dengan catatan pinggir sana sini. Atau tulisan tak terbaca lagi, karena buram saat dikopi.

Akhirnya saya memanfaatkan PC dan kemampuan mengetik saya untuk mengetik ulang diktat kuliah, tentu saja dengan tambahan catatan terbaru tahun itu. Sebenarnya diktat itu diketik untuk kalangan terbatas, gank jalan-jalan kami. Tapi ternyata, diktat itu menyebar tak terkendali, ke kakak kelas yang mengulang, serta adik kelas, tidak hanya di angkatan 91 saja. 

Sebenarnya malu, karena di akhir diktat selalu saya tambahkan lirik lagu yang sedang merasuk di hati saat itu. Plus ucapan terima kasih untuk beberapa sahabat yang telah membantu. Tak lupa trade mark saya, inisial JR3. 

Diktat itu juga membuat saya didatangi beberapa orang yang tadinya tak saya kenal sama sekali. Alasan pinjam diktat, berakhir dengan obrolan panjang.

Suatu saat, seorang kakak kelas datang ke kost. Dia bilang mau pinjam diktat anu. Saya heran sebenarnya, dia kan gak mengulang pelajaran itu, kenapa pinjam diktat saya. Ngobrollah kami panjang lebar. Diakhiri dengan ajakan bergabung sebagai panitia, seksi dokumentasi tentu saja, pada kegiatan BEM yang akan diketuai olehnya.

Beberapa saat setelah dia pulang, SY datang ke kost. Cara bertanya secara detil mengenai si kakak kelas membuat saya tidak nyaman. 

Saya, SY dan 1 teman perempuan lagi, HM, selalu bertiga kemana pun. Kami anggota inti gank jalan-jalan. SY biasanya sebagai ketua, dan saya sebagai sekretaris, berperan di balik layar. Kolaborasi kami bertiga sangat menyenangkan, saling melengkapi.

SY juga populer di kalangan wanita, karena ramah dan ringan tangan. Hampir tiap pagi, SY mampir kost untuk bareng berangkat kuliah. Siang, kami bertiga selalu makan siang bareng. Saat praktikum, kami bertiga juga saling bantu. Juga belajar bareng di Perpustakaan menjelang ujian. 

Fakta yang baru saya tahu beberapa tahun ini adalah, banyak kakak kelas yang menanyakan saya via SY.

Maya itu gimana orangnya?
Maya udah punya pacar belum?
Kamu kan akrab sama Maya, salam ya ...

Jiahaha ... dan tak satu kali pun salam itu sampai ke saya. Pertanyaan para peminat langsung diblokir oleh SY wkwkwk

Pantes, dulu gak laku hahaha ...
Pantes yang biasa ke kost, gak datang lagi ...hihihi.

Pada suatu malam, saat menjelang ujian, SY menyatakan perasaannya ke saya ...

Lalu?

Sebagian gank jalan-jalan hang out ke Taman Sari 

Foto bareng di depan kost seusai pulang dari Solo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut