Rabu, 24 Maret 2010

Antara Merak dan Jakarta part one

Kalau dipikir-pikir, lima tahun sudah aku menyusuri jalan antara Merak dan Jakaa hampir tiap hari. Tugas yang mengharuskan aku berada di Merak sementara anak dan suami berdomisili di Jakarta mau gak mau membuat acara "ngelaju" dilakoni.

Dulu awal ditempatkan di merak, aku sempat pulang seminggu sekali. Saat itu anak yang besar berumur 4 tahun dan baru mulai sekolah TK. Tapi akibatnya Reihan anakku mogok sekolah dan rewel setengah mati. Mulai dari mogok makan, gak mau tidur dan lain-lain. Akhirnya aku pulang per 3 hari sekali. Lama kelamaan pulang setiap selesai piket. Saat itu di merak sistem piket adalah waktu piket 12 jam dengan aturan, hari pertama masuk pagi dari jam 9 pagi hingga 9 malam, kemudian hari kedua masuk dari jam 10 malam hingga 10 pagi hari berikutnya dilanjutkan libur di hari ketiga. Dan hari keempat masuk pagi kembali.....begitu terus....

Apalagi saat hamil anak kedua, pola langsung pulang setelah selesai piket ini tetap kujalankan. Yah namanya juga hamil, pengennya kan dielus-elus terus...hehehehe. Setelah anak kedua Nadia lahir, karena menyusu ASI, akhirnya Nadia tinggal di Merak ikut aku sedangkan Reihan ikut papanya di Jakarta. Kumpul berempat termasuk jarang, paling cepat seminggu sekali. Tapi ternyata pola ini juga gagal dilaksanakan karena suamiku tidak tahan hanya bertemu Nadia seminggu sekali. Sedangkan Reihan kembali ke pola lama, mogok sekolah dan mendadak rewel terus menerus. Belum lagi dengan pola seperti ini, ada 2 dapur yang harus dibiayai dan ini cukup berat bagi kami berdua. Akhirnya setelah Nadia lepas ASI eksklusif, aku kembali ke pola lama...."ngelaju" merak - Jakarta.

Banyak pengalaman lucu, aneh, menggelikan dan menyebalkan selama acara "ngelaju" ini. Biar seru kita bagi - bagi per bab yuuukkkk....

CALO BIS AKAP
Karena rumahku di daerah Timur Jakarta, bila hendak berangkat ke Merak aku selalu naik bis dari terminal Pulogadung. Tahu kan seperti apa terminal Pulogadung??? begitu masuk terminal, jangan pasang tampang lugu apalagi kalo bawa tas besar, pasti diseret-seret calo. Sudah dibilang mau ke Merak, mereka maksa kita untuk naik bis ke Pemalang. Yang aneh kenapa ya pertanyaan pertama yang standar dari para calo itu..."mau kemana mbak? ke Jawa ya?".... lha kita ini ada pulau apa sih? Jakarta itu di pulau Jawa bukan? Apa secara diam-diam Jakarta sudah membuang diri ke pulau lain? hehehe

Begitu si calo mendapat "mangsa", wah langsung calon penumpang gak keliatan...saking banyaknya calo yang ikut nimbrung menawarkan "pelayanan" yang lebih baik. Memang sih, semua calo itu berseragam sesuai dengan PO yang diwakilinya. Bahkan ada yang lengkap dengan nama di dada kiri. Tapi tetap saja menyeramkan. Bayangin aja, seorang nenek dengan bawaan ...eh jangan nenek-nenek deh... Bayangkan seorang pemuda gagah tapi tampang lugu karena baru datang dari desa yang aman tentram dan damai, sambil membawa kardus guede plus tas pinggang plus tas ransel dikerubuti 10 orang calo dan semuanya bermulut manis menawarkan "layanannya"... tetap saja kasihan melihatnya. Karena pasti harga yang ditawarkan itu tetap lebih mahal daripada bila kita membeli langsung di tiket. Apalagi kalau di antara calo itu ada mas copet ikut nimbrung....kesempatan bagus tidak mungkin dilewatkan kan?

Sering kejadian, sang korban sudah membayar tiket di calo. Tapi uang tiket tidak disetorkan ke kondektur, akibatnya saat kondektur menagih ke korban, korban yang merasa sudah membayar tetap saja akan kalah bersitegang dengan kondektur, karena ancaman diturunkan di tengah jalan cukup manjur. Kejadian terakhir yang kulihat, sepasang suami istri yang naik bis dari kebun nanas menuju merak diminta 30 ribu perorang padahal tarif normal Kebun Nanas-Merak hanya 10-14 rb per orang. Sesampainya di Serang, mereka berdua dipindahkan ke bis yang aku naiki. Saat kondektur menagih, sang istri menangis karena uang yang ada di mereka hanya tinggal 150 ribu padahal perjalanan masih panjang ke Sumatra. Tapi sang kondektur tetap tidak mau tahu dan akhirnya pasangan itu harus membayar ongkos lagi.

Calo rasanya dimana-mana sama, entah di terminal Pulogadung Jakarta, Terminal Pakupatan Serang ataupun Terminal Terpadu Merak... yang pasti jangan keliatan lugu dan bingung kalau masuk terminal antar kota mana pun di Indonesia. Pasti jadi saaran empuk calo.

END OF PART ONE...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut