Kamis, 28 Mei 2015

RAMADHAN SUATU HARI YANG LALU (PART 1- ANTARA MERAK DAN JAKARTA)

Sebagai dokter hewan karantina, saya pernah bertugas di pelabuhan Merak Banten selama tujuh tahun. Saat itu, saya memutuskan untuk tidak pindah ke Merak tetapi melakukan perjalanan pulang pergi Merak-Jakarta setiap hari atau sesuai jadwal piket. Rumah berlokasi di Jakarta Timur dan perjalanan dari dan ke Merak dilakukan dengan menggunakan bis AKAP dari Terminal Pulogadung. Hanya sesekali menggunakan mobil dinas kantor, itu pun bila ada keperluan mendesak.

Selama di bis, selain membaca buku dan tidur saya suka sekali mengamati orang di sekeliling. Menjelang dan selama Ramadhan dan terutama menjelang Idul Fitri adalah waktu-waktu yang paling menarik untuk mengamati orang.

Sebelum puasa, banyak orang melakukan perjalanan dengan tujuan "nyekar" ke makam orang tua. Di awal-awal puasa penumpang bis dengan tujuan jauh jarang ditemui. Seminggu menjelang Idul Fitri mulailah arus mudik dan tarif bis mendadak dangdut meroket.

Sebagai penumpang rutin, tentu saja kenalan supir dan kenek bis Merak-Pulogadung wajib dipunyai. Selain untuk keamanan di jalan, juga untuk membunuh rasa bosan dengan mengobrol sepanjang jalan. keuntungannya adalah, saat yang lain ditarik tarif tinggi saat menjelang Idul Fitri, saya tetap membayar dengan tarif biasa. Tetapi ini tidak berlaku bila saya melakukan perjalanan H-2 hingga H+2. Tarif tuslah Lebaran tetap diberlakukan pada siapa pun tanpa pandang bulu.

Hal yang menarik saat menjelang Idul Fitri adalah memperhatikan kostum dan bawaan penumpang. Orang Indonesia sepertinya bila melakukan perjalanan jauh kurang lengkap tanpa membawa kardus. Kardus ukuran kecil hingga besar memenuhi bis dan diletakkan di antara bangku hingga di atap bis. Kadang ada kardus yang dikemas rapi tetapi lebih banyak yang diikat tali rafia sekedarnya, sehingga isi di dalamnya terlihat dan bila si pemilik sedang apes kardus bisa tercerai berai tak karuan. Isi kardus bervariasi mulai dari pakaian, buah-buahan, mainan anak bahkan peralatan rumah tangga seperti kompor sampai bantal guling. Itu adalah varian isi kardus dalam perjalanan sebelum lebaran. Sesudah lebaran, isinya beda lagi, biasanya hasil panen di kampung seperti beras, kelapa butiran, duren, petai dan lain-lain.

Menggunakan baju baru atau terlihat menarik saat tiba di kampung halaman adalah salah satu kewajiban para perantau yang mudik. Nah ini yang menarik. Bis Merak-Pulogadung saat itu (2003-2010) lebih banyak bis ekonomi non AC, jumlah bis AC sangat sedikit. Menggunakan baju keren berlapis-lapis atau celana jeans sebenarnya kurang nyaman di bis tanpa AC. Bahkan syal yang dililit di bagian leher dan jaket kulit atau jaket kain tebal tidaklah tepat digunakan di bis yang penuh sesak. Tetapi demi terlihat keren, walau keringat berbulir-bulir sudah mengalir kostum keren itu tetap dipertahankan.

Make up untuk para wanita tentu saja harus maksimal bila ingin terlihat gaya di kampung halaman. Tetapi foundation yang dioleskan tebal plus bulu mata palsu yang sudah terpasang dari rumah padahal perjalanan memakan waktu lebih dari 6 jam rasanya sungguh berlebihan. Yang terjadi akhirnya make up sudah luntur bahkan sebelum bis memasuki terminal Serang.

Hal yang menyedihkan dari perjalanan mudik ini adalah banyaknya penumpang yang tidak berpuasa dengan alasan musafir. Di awal puasa, masih banyak penumpang berpuasa bahkan bersama-sama berbuka puasa di bis. Supir terkadang berbaik hati menyetel radio sehingga jelas kapan waktunya berbuka. Tetapi menjelang lebaran, lebih banyak penumpang yang tidak puasa dengan beragam alasan. Asap rokok, bau makanan dan botol aqua dingin sungguh menggoda siapa pun yang sedang berpuasa.

Kenikmatan saat berbuka bersama dengan orang yang tidak dikenal di bis sangatlah tak ternilai. Tetiba orang sebelah saya menawarkan bakwan, orang yang di depan menawarkan arem-arem plus teh kotak bahkan ada yang pernah menawarkan saya nasi bungkus! Saya pernah naik bis yang supir dan keneknya berpuasa, dan mereka sengaja meminggirkan kendaraannya di jalan tol guna sekedar melepas dahaga dan shalat magrib di pinggir jalan, karena lokasi rest area masih jauh dan saat itu jalanan agak padat.

Ah sungguh banyak kenangan berharga di perjalanan antara Merak dan Jakarta, Tunggu bagian dua ya mengenai suasana ramadhan antara Cibitung dan Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut