Jumat, 29 November 2019
KECELAKAAN TIDAK DITANGGUNG BPJS
RASA SAKIT
JEMBATAN MALAKA 1 PART 2
JEMBATAN MALAKA 1 PART 1
Sabtu, 19 Oktober 2019
Au Revoir
Au Revoir
#JuliaSays
[Kamu lagi ngapain]
[Jangan melamun]
[Tengok ke kanan depan]
Bunyi notifikasi berulang dari aplikasi percakapan itu, sukses membuat aku membuka gawai.
Enggan rasanya melihat dia di sana. Sumber kegalauanku. Dia berjalan mendekat, dengan senyum tipis yang jarang tampak.
"Kenapa duduk di sini? Perlu teman?" ujarnya.
Ingin kuberseru, bahwa aku butuh dia lebih dari seorang teman. Aku butuh dia melebihi apa yang bisa dia tawarkan.
"Kamu gak enak badan? Ruangan terlalu dingin ya?" ujarnya seraya mengulurkan tangan meraba dahi.
Kubiarkan tangannya disana untuk beberapa saat. Menyadari bahwa tangan itu tak akan pernah lagi menggenggam tanganku.
Kukatakan bahwa aku baik-baik saja. Perlahan kuraih tangan itu, mengagumi tangan dengan jemari panjang lentik yang jarang dimiliki lelaki.
"Pergilah, dia menunggumu." Kuabaikan wajah sendu itu.
"Kamu dibutuhkan di sana, bukan di sini. Pergilah, aku baik-baik saja."
Kutinggalkan dia, tak ingin menoleh lagi.
Kamu yang tak akan pernah kumiliki, karena kamu milik dia.
Selamat tinggal ...
Ku melangkah, seiring lagu Au Revoir oleh One Republic di kejauhan
Today I'm not myself
And you, you're someone else
And all these rules don't fit
And all that starts can quit
What a peculiar state, we're in
What a peculiar state, we're in
Let's play a game
Where all of the lives we lead
Could change
Let's play a game
Where nothing that we can see
The same
But we'll find other pieces to the puzzles
Slippin' out under the locks
I could show you how many moves to checkmate right now
We could take apart this life we're building
And pack it up inside a box
All that really matters is we're doing it right now
Right now
But we'll find other pieces to the puzzles
Slippin' out under the locks
I could show you how many moves to checkmate right now
We could take apart this life we're building
And pack it up inside a box
All that really matters is we're doing it right now
Right now
.
.
.
Source: LyricFind
Songwriters: Brent Michael Kutzle / Ryan Tedder
Au Revoir lyrics © Sony/ATV Music Publishing LLC, Peermusic Publishing
Selasa, 08 Oktober 2019
HASIL UJI LAB
#tubin
Hasil Uji Lab
#TitaSeries
#JuliaSays
"Darahnya diambil? Berapa banyak? Nanti anjing saya jadi lemes dok. Kasihan. Apa bisa diganti dengan cara lain?" tanya si Ji Chang Wok KW itu.
Tita bergeming, menikmati keindahan makhluk Tuhan di depannya. Kapan lagi ada lelaki seganteng ini datang melapor ke kantor Karantina? Sering sih sebenarnya ... tapi yang mirip JCW ...? Baru kali ini.
"Dok, dok ... bisa?"
Tita gelagapan. Apa yang bisa? Diiingatnya percakapan sesaat sebelum dia jatuh dalam lamunan. Oh iya, ganti cara lain untuk uji rabies.
"Maaf Oppa, eh maksud saya mas. Pengambilan darah pada anjing yang akan dikirim ke luar negeri wajib dilakukan. Darah itu akan digunakan untuk uji ELISA Rabies, guna mengetahui apakah vaksinasi rabies yang diterima anjing mas Oppa, eh maksud saya mas saja, bekerja dengan baik melindungi dedek anjing ini dari penyakit rabies," Tita menerangkan sambil berusaha menenangkan hatinya yang kebat kebit.
Duh, keseringan menerima klien dengan tampang seganteng ini tak baik untuk kesehatan jiwa ternyata.
"Lalu, hasil laboratoriumnya kapan bisa diambil? tanya si JCW KW lagi, sambil memungkas jaraknya dengan Tita. Sepertinya dia tahu bahwa Tita terpukau oleh kegantengannya.
"Hari ini kami ambil. Hari ini Senin kan? Rabu lusa kami uji. Kamis tulat hasil uji bisa diambil," Tita menjawab lebih tegas. Ketenangan dirinya berangsur pulih.
"Pengujian ELISA Rabies kami lakukan setiap hari Rabu dan Jumat," lanjut Tita lagi.
"Diambil tubin bisa? Jumat? Saya tidak bisa keluar kantor hari Kamis," ujar mas Oppa.
"Tentu saja bisa. Tapi jangan lama-lama ya Oppa eh Mas."
"Pasti saya ambil secepatnya kok, sepertinya bertemu kamu lagi menyegarkan hati," mas Oppa mendadak merayu.
Aihhhh .... Jumat ini, Tita sepertinya harus dandan ekstra.
...
Salam KDrama
Selasa, 01 Oktober 2019
MAMAK REMPONG SEKOLAH LAGI
#Ilmu
Mamak Rempong Sekolah Lagi
#JuliaSays
"Mit, sedang ada tugas di kampus A ya? Itu fotonya bagus di status WA," tanya sesorang padaku.
"Aku kuliah lagi Sari, sudah tahun terakhir ini," jawabku
Sari pun memberondongku dengan banyak pertanyaan. Intinya buat apa sekolah lagi saat sudah berumur seperti aku.
Saat ini, aku sedang menempuh pendidikan S3 atas biaya negara. Umur sudah lebih dari 40 tahun, sedang teman kuliah rerata berumur 30an bahkan ada yang kinyis kinyis umur 20an.
Secara otak, tentu saja kecepatan otakku beda jauh dengan mereka yang masih 20an. Maklumlah ilmu mereka masih fresh from the oven, sedang ingatanku akan pelajaran jaman S1 sudah memudar. Seperti warna baju yang dicuci berulang.
Untuk itu, beberapa dari kami yang sudah senior ini menggantungkan diri pada mereka yang masih segar-segar itu. Di usia kami, pelajaran lebih mudah masuk bila mendengar dan memperhatikan, dibanding menghapal. Untuk itu, para young blood ini kami minta menerangkan pelajaran yang tak kami pahami dengan cara presentasi.
Disinilah terlihat siapa yang benar-benar berilmu.
Ada seseorang yang menonjol. Dia rendah hati, tak segan menawarkan diri membantu kami yang mengalami kesulitan di laboratorium.
Tapi ada yang pintar, tapi tak paham etika menghadapi kami yang lebih tua, mungkin karena dianggapnya kami satu angkatan kuliah. Mau membantu bila dirasa menguntungkan buat dirinya sendiri.
Teringatlah sebuah pepatah ...
"Hired for attitude, trained for skill"
"Attitude" itu yang dicari saat melamar pekerjaan, bukan hanya keahlian dan ilmu yang dimiliki.
Keahlian dan ilmu dapat dilatih, tapi tingkah laku yang sudah mendarah daging sukar dirubah.
Jadi, untuk young blood yang langsung lanjut S2 atau S3 tanpa terlebih dulu merasakan dunia kerja, perbaiki perilaku ya. Nilai cum laude tak akan dilihat saat sudah diterima kerja, karena perilakulah yang utama.
Salam hangat dari mamak rempong yang masih berusaha menyelesaikan disertasinya.
Senin, 30 September 2019
SENJA DI BUKIT BAMBING
#Antara_Cinta_dan_Persahabatan
Senja di Bukit Bambing
#TitaSeries
#JuliaSays
"Rangga, tunggu aku. Jalanmu cepet banget!" seru Tita setengah berlari.
"Cepetan, kita sudah ditunggu di Balai Desa. Kamu tuh ya, jalan mindik-mindik lelet," Rangga berbalik dan menunggu Tita.
Andi dan Tomo ikut berbalik dan menunggu. Mereka berempat hendak menuju Balai Desa. Setelah 2 minggu masa observasi hari ini adalah kegiatan pertama Rangga. Sosialisasi mengenai KB dan kesehatan reproduksi.
Tita, Rangga, Andi, Tomo, Yanti dan Fajar sedang melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di sebuah desa yang terletak di atas bukit di wilayah Prambanan Yogyakarta. Tidak seperti desa lainnya di Prambanan, desa mereka termasuk desa tertinggal. Jalanan pun masih belum beraspal. Untuk menuju lokasi, dibutuhkan kendaraan yang kuat mendaki bukit terjal. Banyak penduduk belum memiliki jamban yang layak. Saat musim kemarau, sumber air bersih mengering, sehingga penduduk harus membeli air dari desa di bawahnya yang lebih subur. Penduduk usia dewasa didominasi ibu-ibu, para suami dan anak muda rerata merantau ke Yogya atau Jakarta untuk penghidupan yang lebih baik.
Rangga sebagai calon dokter melihat bahwa pemahaman mengenai KB dan kesehatan reproduksi masih rendah. Sehingga hari ini dia melakukan sosialisasi saat arisan rutin ibu-ibu di Balai Desa. Tita sendiri adalah calon dokter hewan, sedang Andi dan Tomo dari Fakultas Teknik, Yanti dari Fakultas Sastra dan Fajar calon dokter gigi. Tiga calon dokter dengan spesialisasi berbeda lengkap ada dalam kelompok mereka.
Tomo sebagai yang tertua didaulat sebagai ketua. Pesannya hanya satu saat mengiyakan permintaan mereka untuk menjadi ketua. Harus saling bantu teman yang lainnya saat berkegiatan. Dan inilah mereka berempat, duduk bareng di depan menemani Rangga yang sedang menerangkan masalah reproduksi. Kebetulan Yanti dan Fajar sedang turun ke Yogyakarta untuk suatu urusan.
Hanya ada 2 wanita dalam kelompok kecil itu. Tita dan Yanti. Dengan cepat mereka berdua menjadi akrab. Program Yanti adalah membantu mengajar bahasa Indonesia di SD dan SMP di desa bawah. Tita menawarkan diri untuk ikut membantu mengajar bahasa Inggris dan Rangga mengajar Matematika. Kebersamaan membuat keakraban meningkat.
Rangga menaruh perhatian yang sama pada keduanya saat sedang bertiga. Tita merasa menemukan sosok teman yang menyenangkan saat bersama Rangga. Diskusi antar mereka berdua selalu berlangsung hingga tengah malam. Ditemani Yanti yang tertidur di kursi ruang tamu.
Perlahan Tita menangkap bahwa Yanti menyimpan rasa yang berbeda saat bersama Rangga. Bila tak ada Rangga, Yanti gelisah. Bila ada, Yanti mendekat dan memonopoli. Perlahan, Tita memberi banyak kesempatan bagi Rangga dan Yanti untuk berdua. Mereka sahabat baiknya disini, dan Tita berharap persahabatan ini langgeng walau KKN telah usai.
Hingga suatu hari, Tita baru saja usai mengobati sapi sakit ditemani Fajar dan Andi, saat Rangga datang tergopoh mengajaknya turun ke Yogyakarta.
"Kamu ikut aku sekarang ya, bu Ani yang kemarin dirujuk ke RS Sardjito butuh darah golongan O. Darahmu kan O, apalagi kamu lumayan dekat sama keluarga bu Ani," ajak Rangga.
Tita segera mengiyakan permintaan Rangga. Rumah Bu Ani berjarak 100 meter saja dari rumah yang mereka tempati saat KKN. Beberapa hari yang lalu, beliau atas rekomendasi Rangga masuk RS karena pendarahan. Rangga menduga kehamilan anak keenam dari Bu Ani bermasalah.
Menggunakan sepeda motor, Tita dan Rangga meluncur turun ke RS Sardjito. Sesampainya disana, bu Ani sudah mendapatkan darah dari donor lainnya. Setelah beranjangsana dengan para senior Rangga di RS tersebut. Mereka berdua pun pulang kembali ke lokasi KKN.
Hari menjelang sore, mendung terlihat menggantung. Butuh 2 jam untuk mencapai lokasi. Mau tak mau, mereka harus pulang malam itu. Esok pagi, mereka mendapat jadwal pagi untuk mengajar di SMP.
Candi Prambanan sudah terlewat saat hujan deras turun. Rangga segera berhenti dan mengeluarkan mantel hujan. Sayang hanya 1 mantel yang dia punya. Tita terpaksa berlindung di balik punggung Rangga.
"Tita, mana tanganmu? Sini kedepanin, biar hangat," kata Rangga lembut seraya meraih tangan Tita. Digenggamnya.
Tita terperangah. Ingin menarik tangannya, tapi sudut hatinya juga tak rela. Walau dia bersikap seolah merelakan Yanti dan Rangga, sebenarnya Tita tak rela. Dalam sosok Rangga ditemukannya lelaki yang selama ini dicarinya.
Motor menembus hujan yang masih turun, Rangga sengaja melambatkan laju kendaraannya. Jalanan licin dan hujan yang tertumpah membuat dia harus lebih berhati-hati.
Sesaat sebelum mendaki bukit menuju desa mereka. Hujan pun berhenti. Rangga sengaja berhenti melipat jas hujan. Ditatapnya Tita yang sedari tadi diam saja.
"Jalan lagi ya, biar gak kemalaman kita sampai di lokasi. Kamu kenapa diam aja dari tadi?" ujar Rangga seraya menyalakan motor kembali.
Dengan luwes kembali diraihnya tangan Tita dan ditariknya tubuh mungil itu hingga memeluknya. Tita berbunga, hatinya menjerit bahagia. Disandarkannya kepala ke bahu belakang Rangga.
Sesampainya di sebuah bukit yang dinamakan Bukit Bambing, Rangga berhenti. Diajaknya Tita duduk menikmati senja yang mulai turun. Nuansa senja kali ini merah darah. Indah.
"Kenapa nama bukit ini Bambing ya? Kok bukan Bambang? Artinya apa kira-kira?" Tita berusaha mengurai kecanggungan antar mereka.
"Entah apa arti Bambing. Aku sih maunya, bukit ini dinamakan bukit cinta," kata Rangga sambil menatap Tita lekat.
Tita bergetar. Mendadak raut wajah Yanti melintas. Segera dia berdiri dan mengeluarkan kamera yang selalu dibawanya. Diabadikannya suasana senja.
Setelah senja itu, Tita bingung harus bersikap bagaimana. Rangga kembali bersikap biasa. Membagi perhatian sama besar padanya dan Yanti.
Mendekati akhir masa KKN, Yanti curhat panjang lebar ke Tita. Yanti bingung dengan sikap Rangga yang tak jelas. Tita tak bisa menanggapi. Dia juga ingin bercerita hal yang sama sebenarnya.
Suatu hari, Tita baru pulang dari memeriksa kebuntingan seekor sapi milik penduduk, saat melihat Yanti dan Rangga di teras rumah. Dilihatnya tatapan memuja Yanti pada Rangga. Coba dibacanya bahasa tubuh Rangga, tapi tak tertangkap jelas. Saat itu Tita tahu bahwa dia harus mundur. Persahabatannya dengan Yanti cukup menyenangkan. Tidak sebanding bila dia mengejar Rangga. Rangga tidak pernah lagi memberikan sinyal yang jelas sejak peristiwa kehujanan itu.
KKN usai, Tita pun menghindari Rangga. Senja di Bukit Bambing adalah kenangan terindah yang pernah dimilikinya. Biarlah itu cukup jadi kenangan
Disclaimer:
Bukit Bambing ada di Prambanan
Nama dan peristiwa tidak nyata, hanya khayalan semata.
IT MUST END HERE
#TitaSeries
#JuliaSays
Tita membenahi seragamnya, hari ini dia mempresentasikan bahaya rabies ke masyarakat sekitar kantor. Para senior ingin menguji kemampuan Tita dengan meminta dia menjadi presenter utama hari itu. Sebuah gedung pertemuan dekat kantor sengaja disewa guna acara Sosialisasi Rabies. Acara tahunan yang rutin diadakan Karantina Pertanian untuk menyebarluaskan bahaya rabies dan cara penanggulangannya.
Diingatnya lagi, materi presenasi yang akan dibawakan. Tita mengecek ulang lembar demi lembar makalah presentasi. Diingatnya lagi kata dosennya dulu, jangan ragu, tatap mata penonton, dan percaya diri. Tetiba diingatnya sesuatu. Tita segera berlari menuju kamar mandi.
Depan kaca kamar mandi, dia segera membenahi dandanan tipis yang dipolesnya tadi pagi. Lipstik merah muda tak lupa dipoles ulang untuk menambah penampilan cetarnya. Penampilan adalah koentji.
Acara dimulai. Baru setengah materi disampaikan, ketika dilihatnya seseorang masuk ruangan. Tita terkejut. Dia Rangga. Ya tak salah lagi, itu Rangga. Seseorang yang beberapa hari ini terus menerus mengganggu dengan percakapan tak pentingnya di Whatsapp.
Tita bertemu kembali dengan Rangga secara tak sengaja sebulan lalu. Dulu sekali mereka pernah dekat saat KKN. Hati Tita pernah terpikat. Tapi Rangga tak pernah memberi kejelasan sikap. Sejak pertemuan kembali, setiap hari, setiap saat Rangga membombardirnya dengan percakapan-percakapan alay tak penting.
Seperti pagi ini ...
[Tita jangan lupa tersenyum manis di Kamis manis]
Huh ... Tita langsung menghapus kalimat Rangga itu dari aplikasi WA-nya tanpa membalas sama sekali.
Atau ...
[Tita, kehadiranmu membuat embun pagi yang membekukan hati menghilang]
Lain hari ...
[Tanpamu aku tak ada, karena kamu .. aku jadi nyata]
Semua dihapus tanpa dibalas sama sekali. Tita merasa, dia sudah mencapai umur yang tidak membutuhkan kata-kata manis. Dia butuh tindakan nyata. Dulu Rangga pernah melakukan hal yang sama. Menaburkan kata dan harapan manis kemudian menghilang. Kali ini dia bertekad, akan mengabaikan Rangga.
Sesi tanya jawab dimulai, Tita merasa sedikit lega. Semua pertanyaan dapat dijawab dengan baik. Diantaranya, rabies menular melalui gigitan hewan tertular; hewan yang umumnya menularkan adalah anjing, kucing dan kera; rabies merupakan penyakit yang mematikan; rabies hanya dapat dicegah dengan vaksinasi; dan lain-lain.
Setelah ini, dilakukan vaksinasi rabies bagi anjing dan kucing, gratis tentu saja. Digantinya seragam coklat kebanggaan dengan snijas putih. Tak lupa stetoskop berwarna merah melengkapi tampilannya kali ini. Dari sudut mata, dilihatnya Rangga berusaha mendekat. Tita memasang wajah dingin. Sebal melihat si pujangga gombal itu mendekat.
"Bu Dokter Tita, tolong kucing saya divaksin ya," ujar Rangga.
Dalam diam, diperiksanya kondisi kucing tersebut. Kucing terlihat sehat dan lincah. Diambilnya spuit berisi vaksin dan disuntikkannya ke dalam tubuh kucing. Sub Cutan. Masih dalam diam, diserahkannya kucing tesebut ke Rangga.
Tita langsung menangani pasien berikutnya. Seluruh dokter hewan karantina di kantornya bahu membahu menangani kucing dan anjing yang terus mengalir. Ada yang memeriksa sekaligus memvaksin seperti Tita, Ada yang menulis buku vaksin serta menempel label dan mencapnya. Ada pula yang membantu pendaftaran pasien. Semua sibuk, termasuk rekan karantina tumbuhan yang tidak piket.
Tak lama, seekor anjing kecil hitam sudah berada di atas meja periksa. Rangga lagi.
"Dokter Tita, Bleki juga mau divaksin," ujar Rangga mencoba menarik perhatian
Tita hanya melirik sekilas. Rangga datang lagi dan lagi. Ada 6 ekor hewan yang dibawanya untuk divaksin Tita. Selama itu Tita terus diam, hanya Rangga yang banyak bicara.
Akhirnya selesai juga.
Baru sejenak meluruskan kaki ketika Rangga mendekat. Tita merasa tidak nyaman.
"Kamu ngapain sih, ganggu aku terus. Chatting mu juga gak mutu gitu tiap hari"
Rangga tersenyum simpul, "Ternyata kamu bisa bersuara juga ya. Kirain suaramu hilang kena rabies!"
Tita langsung berdiri, "Jangan bercanda gak mutu gitu deh. Kamu gak paham ya kalau kamu dan aku harusnya udah end dari dulu. Kamu gak bisa ngasih kepastian, bisanya cuma ngasih rayuan gombal. You and me end here, now!"
"Tita, Rabies must end here, now. But not us! I want to tell you that I already proposed to your parent," Rangga berkata sambil menarik Tita untuk duduk kembali.
Tita kaget mendengar sanggahan Rangga. Tarikan Rangga membuat dia terjatuh ke dalam pelukan Rangga ala-ala KDrama.
"Please be my wife. Hatiku sudah imun dengan gadis lain. Vaksin cintamu dulu sudah membuat aku tak bisa memalingkan hati. Orangtuamu sudah setuju bila kau setuju... Hmmm tapi itu bibir jangan ternganga gitu, nanti lalat masuk," kata Rangga sambil mengedipkan mata.
Tita pun berusaha keluar dari pelukan Rangga. Terdengar teriakan membahana dari sekitarnya.
"Cium .. Cium ... Cium ...!"
Ajegile, kenapa pula orang sekantor ikutan alay.
Tita hanya tersipu malu. Baiklah rabies memang harus dimusnahkan, tapi cinta Rangga terbukti belum musnah.
Jadi, menurut kalian Tita harus menerima Rangga?
#LaporKarantina
#WorldRabiesDay
#RabiesEndHere
@Badan Karantina Pertanian
Catatan:
Tulisan geje untuk Hari Rabies Sedunia, sepertinya saya kebanyakan nonton KDrama hahaha
SAYA DOKTER HEWAN KARANTINA!
Iya, saya dokter hewan yang bekerja di Badan Karantina Pertanian. Saya menulis karena ingin menyebarluaskan info mengenai pekerjaan saya.
Dokter Hewan adalah salah satu profesi yang mulai berkibar. Saat ini, Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) adalah salah satu Fakultas favorit di Universitas mana pun. Bahkan banyak mahasiswa luar negeri, terutama Malaysia dan Singapura yang belajar di Fakultas Kedokteran Hewan Indonesia. Saat ini hanya 11 Universitas yang memiliki FKH, yaitu UGM Yogyakarta, Unair Surabaya, IPB Bogor, Unpad Bandung, Udayana Denpasar, Unsyiah Aceh, Undana Kupang, Unhas Makassar, Unibraw Malang, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, dan Universitas Mataram, NTB.
Dokter Hewan Karantina lebih spesifik lagi pekerjaannya. Kami menjaga negeri dari ancaman penyakit hewan. Serta mencegah penyebarluasan penyakit tersebut dari satu pulau ke pulau lain di Indonesia.
Jangan heran kalau kalian datang dari luar negeri membawa daging atau sosis dari luar negeri kami tahan. Produk makanan yang berasal dari hewan juga dapat membawa penyakit lho.
Ini salah satu sebab saya harus menulis mengenai profesi saya. Jangan remehkan kami yang sedang bertugas di pelabuhan dan bandara saat kami menahan produk hewan yang kalian bawa.
Penyakit hewan yang sedang tenar saat ini, dan kami bersusah payah menangkal untuk masuk ke Indonesia antara lain ASF. African Swine Fever.
Virus ASF dapat bertahan berbulan-bulan dalam sosis babi yang kalian bawa masuk ke Indonesia. Sosis yang tidak habis kalian makan, dibuang ke tempat sampah, lalu sampah tersebut dimakan babi. Dalam waktu singkat virus tersebut dapat menulari babi di peternakan dan mematikan seluruh babi yang ada. Ya, virus ASF seganas itu.
Belum lagi penyakit lain seperti Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang sapi. Indonesia sudah terbebas dari PMK, tapi dikelilingi negara yang masih belum bebas seperti Malaysia, Filipina dan Thailand. Jangan sampai PMK masuk lagi ke Indonesia. Tahukah kalian, bahwa kita butuh 100 tahun membebaskan PMK di Indonesia?
Masih banyak lagi tugas dokter hewan karantina, dan saya akan terus menuliskannya
Jangan lupa #LaporKarantina ya
Julia Rosmaya
Dokter Hewan Karantina
Foto : Saya sedang ikut pengawasan sampah dari pesawat internasional di Bandara Soekarno Hatta
Jumat, 04 Januari 2019
DOKTER HEWAN YANG DIRAGUKAN
Dokter Hewan yang Diragukan
Julia Rosmaya
"Mamanya kerja ya, kerja dimana?" kudengar ibu guru anak sulungku bertanya di hari pertama masuk sekolah TK.
"Mama dokter hewan karantina!" serunya bangga.
Hatiku langsung berbunga-bunga, berusaha keras untuk lebih lanjut mendengar percakapan di dalam kelas.
"... Mama kerjanya ngejar-ngejar sapi, kambing, anjing di Pelabuhan Merak," lanjut anakku lagi.
Duh nak ... hahaha ... memang pernah kuterangkan ke dia bahwa salah satu tugas mamanya menangani lalulintas komoditas ternak di pelabuhan Merak. Tapi, kata mengejar-mengejarnya itu loh, memberi kesan mamanya adu lomba lari sama hewan di pelabuhan.
------
Saat ini saya sudah dipindah ke kantor di Bekasi. Kantor ini menangani uji terap tindakan karantina dan kawah candradimuka petugas karantina. Sehingga saya pun sudah jarang berinteraksi dengan hewan. Suatu hari, si bungsu bertanya ke saya.
"Ma, teman di sekolah ada yang punya kucing. Terus kucingnya gak mau makan. Mama periksa ya, ntar kucingnya mau dibawa kesini."
"Wah jangan sayang, mama takut nanti jadi salah kalau mama yang periksa. Mama kan udah gak praktek lagi."
"Yaaahhh, mama gimana sih, katanya dokter hewan. Kok gak mau periksa kucing!"
Hiks, diragukan 'kedokterhewanannya' ...
-----
Lain waktu, mereka berdua kompak sakit. Saya pun ijin tidak ke kantor. Saat memberi obat tiba.
"Ayo sayang, diminum obatnya. Kalau mama yang ngasih obat pasti deh cepat sembuh. Kan mama dokter...."
Mereka kompak menyaut ..." Mama kan dokter hewan, masa kita disamain sama hewan sih !!"
Hahaha, baiklah ... untung masih mau buka mulut minum obat.
.
.
.
.
Ditulis untuk ikut dalam lomba #lombaceritahumorkeluarga KAGAMA