Kulihat dia datang, kayuhan kakinya semakin melambat seiring dengan laju roda becaknya. Hari ini dia menggunakan kaus yang dulu pernah kuberikan. Kaus yang tampak lusuh termakan sinar matahari.
Dia melihatku, senyum menguar dari wajahnya. Setelah becak terparkir rapi, dia masuk ke warung tempatku berdiri.
"Piye pak hari ini?" tanyaku sambil menyerahkan segelas minuman.
"Lumayan...", hanya sepatah itu yang dikatakannya. Tanpa suara kuhidangkan nasi dengan lauk yang sama dari hari ke hari. Orek tempe, tumis sayuran dan telur. Kali ini sayur yang kutumis adalah labu siam, sedang telur yang kuberikan adalah telur dadar dengan irisan cabai dan bawang.
Orang mengenal dia dengan nama pak Lasto. Lima tahun terakhir ini pak Lasto selalu mampir untuk makan di warung kecil yang kumiliki. Menu pilihannya selalu sama, tempe, tumis sayuran dan telur.
Rutinitasnya untuk mampir makan siang dan sekedar beristirahat di warungku selalu kunantikan. Obrolan kami selalu "nyambung". Kami bisa mengobrol mulai dari harga cabai di pasar hingga gosip politik terbaru.
Sedikit demi sedikit aku tahu bahwa istrinya tinggal di pinggir kota kami, anaknya lima orang, dan dia selalu berusaha untuk pulang ke rumah setiap malam selarut apapun. Aku pernah bertanya, kenapa dia tidak seperti tukang becak yang lain, pulang ke rumah 2-3 hari sekali. Jawabnya, "Aku harus pulang jeng, ini adalah bagian dari tanggung jawabku sebagai suami, sebagai ayah".
Jawaban itu membuatku terhenyak. Membuat kekagumanku padanya bertambah.
Dua minggu terakhir, dia jarang terlihat di wilayah kami. Beberapa siang terlewat tanpa kehadirannya. Aku mulai merasa kehilangan. Bagaimana pun juga dia telah menjadi teman baikku.
Hari ini, kedatangannya telah kunantikan. Aku sedikit berdebar, entah mengapa kurasakan ada yang tidak beres dengan dia.
Warung agak sepi hari ini. Aku sedang membereskan piring kotor saat dia berkata, "Jeng, ini kali terakhir Aku mampir makan disini ya".
Aku terhenyak, "Kenapa? Pak Lasto mau kemana?", kuperhatikan raut wajahnya. Baru kusadari matanya terlihat lelah. Mata yang biasanya berkilat dengan sinar ceria saat kami mengobrol. Pak Lasto jarang tersenyum, kali ini dia terlihat berusaha keras menampilkan senyum terbaiknya.
"Istriku tidak suka bila aku makan di warung ini"... Lanjutnya.
"Kenapa?"... tanyaku.... Sambil berusaha membenahi ekspresi kecewa di wajahku.
"Ada yang bercerita ke istriku bahwa aku macam-macam dengan kamu di warung ini jeng... "... Tambahnya lagi sambil mengambil topi, menyerahkan uang dan beranjak pergi.
Aku terpengarah, tak sempat aku berkata lebih lanjut dia sudah pergi, kembali mengayuh becaknya. Aku tak bisa berbuat apa-apa, karena seorang istri yang cemburu tidak bisa diabaikan begitu saja. Pembelaan apapun tidak akan didengarnya. Ternyata pertemanan kami disalahartikan oleh orang lain.
Maafkan aku pak, aku tak bisa menghapus lelah di matamu...
#fiksi #menulissetiaphari #sekolahperempuan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar