Senin, 16 Februari 2015

PERFECT MOMENT


Sebuah foto kursi kosong di bawah pohon yang terletak di pantai yang cantik saat senja, diunggah seorang teman di Facebook, disertai komentar bahwa dia berharap suatu hari nanti dapat melewatkan senja di kursi itu bersama yang tersayang.

Aku bertanya padanya, mengapa harus di pantai itu dia ingin melihat senja? Jawabnya, karena dia belum pernah berduaan dengan suami duduk di pantai itu pada saat matahari terbenam.

Kujawab dengan senyum, bukan lokasi yang penting untuk menciptakan momen indah bersama yang tersayang. Yang terpenting adalah bersama yang tersayang kita bisa menciptakan momen indah dimana saja dan kapan saja.

Karena ingatanku soal cerita momen indah malah bukan di lokasi yang indah, tetapi lokasi biasa saja. Hanya saat momen itu tercipta suasana atau dia yang bersama kita, membuat momen itu sangat berkesan serta sukar terlupakan

Seorang sahabat bercerita padaku soal momen indahnya. Saat itu dia sebut saja A, ingin sekali makan tongseng. Seseorang yang dekat dengannya sebut saja B, mengajak dia makan tongseng di warung biasa, bukan tempat makan yang mewah. Si B sebenarnya tidak suka tongseng tetapi dia tetap membelikan A tongseng dan duduk menemaninya makan sembari makan makanan lain. Saat makan itu A grogi berat. Kenapa, tanyaku saat dia bercerita, karena yang kutahu A adalah orang yang percaya diri, serta jarang grogi atau salah tingkah.

"Matanya itu May... , B memperhatikan aku makan dengan pandangan yang berbeda dari biasa. Kami sering makan berdua tetapi saat itu aku baru menyadari arti kata, mata adalah refleksi jiwa. Semua tertera di sana, cinta, perhatian dan janji-janji. Dan aku grogi. Hahaha ya grogi. Seorang aku yang biasanya cuek, masa bodoh dan tidak terlalu peduli dengan hal-hal semacam itu grogi hanya karena dilihat dengan mata yang 'berbicara'. Sampai tongseng itu hampir tidak tertelan saking groginya.”

Aku ikut tertawa membayangkan A grogi karena tatapan mata. Waktu kutanya, apakah B juga grogi. A berkata, bahwa baru kali itu melihat B dari kacamata yang berbeda. B yang percaya diri dan "lelaki" sekali.

"Momen itu gak akan terulang, warungnya gak oke, suasana gak romantic, aku grogi dan salah tingkah... Tapi saat itu akan kuingat terus," lanjutnya dengan mata berbinar.

Ada cerita lain dari sahabat yang berbeda mengenai momen indahnya. Saat makan siang, kutunjuk rumah makan padang di depan kami. Dia langsung bilang untuk tidak makan disitu. Kenapa, tanyaku.

"Makanannya gak enak, rendangnya asin, nasinya keras, kuah gulainya gak karuan. Nasi padang yang paling gak enak yang pernah kumakan… Tapi itu tempat kenanganku.”

"Tempat kenangan? Wah dengan siapa nih?" tanyaku penasaran.

Dia bercerita bahwa suatu hari dia dan seseorang terjebak macet berjam-jam, hari sudah larut malam, hujan deras, mereka berdua kelaparan dan lelah serta tidak menemukan tempat makan yang sesuai sepanjang jalan. Akhirnya mereka makan di tempat yang kutunjuk tadi.

"Walau makanannya tidak enak karena lapar, habis juga seporsi nasi. Cuma karena makannya sama dia, jadinya berkesan sekali. Tapi kalau disuruh makan disitu lagi, aku gak mau. Hahaha rugi lah uangnya, makan nasi padang gak enak gitu”

Aku ikut tertawa dan kami pun mencari tempat makan lain siang itu

Momen indahku bersama yang tersayang adalah saat dia melamarku. Saat itu senja, kami berdua baru pulang dari suatu tempat. Aku yang menyetir mobil, karena dia belum bisa menyetir saat itu. Aku mengambil jalan tembus melalui sebuah perumahan. Ketika dia tiba-tiba meraih tangan kiriku yang sedang memegang tongkat persneling serta mengatakan...

"Aku ingin menghabiskan sisa umur dengan kamu…”

Reflek aku mengerem mobil dan berhenti di tengah jalan serta memandang dia, terpana.
Saat itu, aku baru dilantik jadi dokter hewan. Sebentar lagi aku pindah ke Jakarta. Kami hanya teman dekat, sebelumnya tidak ada pernyataan cinta atau hal-hal yang secara jelas mengarah ke tingkat hubungan yang lebih lanjut. Apalagi dia masih terikat hubungan dengan orang lain. Tidak heran kata-katanya membuat aku kaget dan terpana

Dia melanjutkan, masih sambil memegang tanganku.

"Kamu mau…?”

Aku terdiam dan melanjutkan lagi menyetir mobil. Pertanyaan itu tidak kujawab hingga berbulan-bulan kemudian.

Saat dia bertanya kembali, sekali lagi dalam suasana yang tidak terduga. Aku sudah di Jakarta dan dia bekerja di Yogya. Kami sedang terlibat percakapan seru di telepon ketika dia bertanya.

"Kita pacaran aja yuk…”

Aku langsung terdiam. Beberapa saat kemudian kujawab, "Gak mau, aku gak mau pacaran sama dirimu …!”
Suaranya terdengar kecewa saat dia mendengar kalimatku itu. Kenapa, tanyanya

"Karena aku gak mau pacaran dan dikecewakan lagi. Kalau mau, lamar aku dan kita menikah !” tantangku.

Dan dia mengambil tindakan cepat, 4 bulan kemudian dia melamarku ke orang tua. Di hari lamaran resmi itu, aku demam tinggi karena shock dan tidak percaya dia menjawab tantanganku. Kurang dari 40 hari sejak lamaran, kami menikah.

Kukira dalam hayalanku bila suatu saat dilamar, suasana akan seperti di film atau buku romantis yang sering kubaca. Candle light dinner, mawar, senja yang indah di tepi pantai, alunan lagu cinta di latar belakang. Kenyataannya... Di dalam mobil, aku yang menyetir, wajah beminyak setelah seharian beraktivitas, no flower or love song. Hanya sebuah pertanyaan indah dan dia.

Sehingga bila kusimpulkan. Bukan lokasi yang penting, tetapi bersama siapa dan kejadian saat itu yang membuat sebuah peristiwa jadi berkesan.

Seize the moment and make it perfect.

Kukatakan lebih lanjut ke teman yang mengunggah foto pantai tadi.

“Ajak saja suamimu melihat sunset di jembatan flyover dekat rumahmu itu, berdua saja. Pasti berkesan…Tapi hati-hati jangan sampai tertangkap Satpol PP ya … Hahaha…”

#memoar
#menulissetiaphari
#sekolahperempuan

Dedicated to SA thanks for the idea and her husband HA
Also for the newlywed K&D
For someone with the eyes…. Thanks








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut