HUJAN SEPTEMBER
-Julia Rosmaya
Salma belum bergerak dari tempat duduknya di teras. Angin yang membawa titik hujan terasa dingin di tubuh. September hendak berakhir, tetapi hujan deras yang ditunggunya tidak datang juga. Dia ingin mencampur air matanya dengan air hujan, mengaduknya hingga tak terasa.
Kabar yang datang kemarin sungguh terasa menyesakkan. Perpisahan itu terasa nyata sekarang.
Bila beberapa bulan lalu dia bisa menerima bahwa inilah jalan terbaik baginya, maka sore ini kenyataan itu terasa menghardik, mengagetkan.
Salma tak menyangka bahwa Ardi benar-benar pergi. Kemungkinan dia bertemu Ardi sangat kecil bahkan mungkin tak akan pernah lagi.
"Hai, bukannya kau yang meminta pada Yang Kuasa untuk dipisahkan?" suara hatinya berkata.
"Tetapi tidak seperti ini!" jerit hatinya yang lain.
Ardi, lelaki berahang kukuh yang diam-diam menyusup pelan di relung hatinya beberapa tahun terakhir ini. Ardi yang terlarang, yang tidak dapat dimilikinya secara utuh, sekarang atau selamanya. Ardi yang dengan kesadaran penuh ditinggalkan.
"Kau tahu, dia sengaja melamar menjadi atase di luar negeri karena kau. Dia tidak bisa melihatmu setiap hari tanpa diperbolehkan untuk menyapa. Dia tidak sanggup hanya bisa berbasa basi formal di grup WA kantor denganmu. Intinya dia tidak bisa menerima kenyataan tidak bisa menjadi temanmu lagi" diingatnya lagi kata-kata Rosa kemarin.
Rosa sengaja menghadangnya pulang dan memperlihatkan foto surat penugasan Ardi serta tiket pesawatnya. Ardi berangkat sore ini.
Salma mendesah lagi.
"Mama... Ayo Ma kita makan, Aya lapar".. Salma tersentak. Segera dihapusnya air mata, dipasangnya senyum demi gadis kecilnya.
Ini jalan terbaik. Apapun yang sedang terjadi dengan rumah tangganya tidak bisa menjadi alasan untuk mengharapkan lebih dari lelaki lain.
Salma bergerak masuk ke dalam, dan hujan yang dinantinya pun turun.
Hujan September baru datang sekilas
Rinainya tak mampu membasahi bumi
#OneDayOnePost
#FebruariMembara
#hari_keduapuluh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar