Rangkuman Kulwap Keluarga Sehati
Sabtu, 05 September 2015
13.00-14.00 WIB
Bersama Ibu Elia Daryati dan Ibu Anna Farida
Tanya:
1. Apakah sifat romantis merupakan sifat dasar seseorang? Jika sebagian orang bisa dengan mudah menunjukkan sikap romantis, apakah yang tidak mampu menunjukkan romantisme disebabkan oleh pengalaman masa lalu yang kurang kasih sayang?
Jawab:
Bu Elia: Sikap romantis merupakan bentuk ekspresi dari cara seseorang mengungkapkan perasaan sayang.
Ada yang mampu mengekspresikannya dengan bahasa ekspresif/bahasa tubuh yang ekspresif, bahasa verbal dan non verbal, ada juga yang tidak dapat mengungkapkannya secara terbuka.
Akan tetapi setiap pasangan mungkin memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Hal ini bisa dikomunikasikan.
Romantisme sesungguhnya merupakan bentuk kasih sayang yang diekspresikan.
Apakah masa lalu yang kurang kasih sayang dapat mempengaruhi sikap romantisme?
Tentu saja bisa.
Karena ini terkait dengan 'pembelajaran' dalam mengekspresikan kasih sayang.
Dapatkah ekspresi romantisme dilatih?
Tentu saja bisa.
Setiap manusia sebetulnya memiliki keinginan yang sama untuk dicintai dan mencintai, disayangi dan menyayangi.
Buktinya pernikahan itu terjadi. Pada akhirnya romantisme sesungguhnya adalah naluri manusia.
2. Amankah bersikap romantis di depan anak-anak?
Jawab:
Bu Elia: Orangtua bersikap romantis di depan anak tentu saja aman. Justru anak sedang mendapatkan pembelajaran bagaimana kasih sayang itu diekspresikan.
Batasannya tentu saja yang bersifat ekspresi kasih sayang dengan kata-kata/sentuhan lembut yang tidak menjurus pada ekspresi bercinta.
Ekspresi mencintai dan bercinta pasti berbeda.
Perbedaannya tidak menunjukkan adanya 'hasrat'.
Sekedar ekspresi cinta yang lembut saling menyayangi antar anggota keluarga.
Anak akan mengimitasi ekspresi tersebut, dan digunakan sebagai referensi kelak ketika dewasa mereka akan memiliki panduan bagaimana cara mengungkapkan kasih sayang terhadap pasangan dan anggota keluarga lainnya.
Memiliki keluarga yang romantis adalah sebuah keberuntungan tersendiri bagi anak.
Ibu Anna:
Suami istri yang romantis biasanya akan menjadi orangtua yang romantis juga ke anak-anak.
Demikian pula sebaliknya.
Anak-anak harus dicelup terus dengan kasih sayang, agar ketika dewasa dan berumahtangga juga memiliki konsep yang baik tentang keluarga.
3. Sepertinya memang perempuan paling sulit mengungkapkan perasaannya yang terkubur begitu dalam. Sekalinya mau mengeluarkan isi hati, yang ada hanya air mata yang keluar.
Jawab:
Bu Elia: Sulit mengungkapkan perasaan sebetulnya bisa dilatih.
Sulit itu sebenarnya untuk orang yang cenderung memiliki sifat introvert. Sedangkan yang memiliki sifat ekstrovert agak berbeda.
Seni mengungkapkan perasaan memang harus dilatih melalui pembelajaran komunikasi dengan pasangan.
Jika kita memiliki banyak kata-kata yang ingin disampaikan, tapi tidak terbiasa menyampaikan dan memilih untuk menyimpan dalam lubuk hati terdalam, lama kelamaan tabungan kata-kata kita akan semakin banyak dan sulit untuk memilahnya.
Lalu apa yang terjadi?
Tabungan kata-kata kita ingin berebutan keluar secara bersamaan. Yang terjadi akhirnya kita menangis. Dan kata-kata yang keluar menjadi tidak terstruktur, pada akhirnya menangis juga.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menenangkan diru. Selanjutnya ungkapkan satu persatu apa yang ingin disampaikan. Walaupun tidak selalu berhasil, minimal ada sebagian pesan 'rasa' yang telah tersampaikan. Tenang saja, pasangan yang baik akan menangkap makna ini meskipun secara keseluruhan detailnya tersampaikan. Selalu saja ada bahasa kalbu yang dapat dipahami oleh pasangan. Bukan saja ungkapan kata yang disampaikan, tetapi juga getar rasa yang terasakan. Seiring berjalannya waktu kita dapat melatih ketenangan diri dan lebih bijak dalam memyampaikan hal-hal yang awalnya terasa berat.
Saya pernah mencoba dengan mengirim email ke pasangan, dan jawabannya wah tidak disangka dan sungguh menakjubkan.
Ibu Anna: biasanya justru kalau malu-malu bilang, langsung lebih bebas dan ekspresif ketika pakai media sosial seperti whatsapp dan BBM. Ya nggak? Hayooo ngakuuu?
4. Cinta menumbuhkan romantisme atau romantisme menumbuhkan cinta?
Jawab:
Ibu Anna: cinta dan romantisme itu saling mengisi, saling menghadirkan. Bukan satu mendahului yang lain, tapi yang satu memestikan yang satunya
5. Bagaimana menumbuhkan rasa 'perlu bersikap romantis' pada pasangan? secara kaum hawa suka diperlakukan romantis, sudah mempraktekkan ke suami, sudah menyampaikan juga bahwa ingin diperlakukan romantis, sudah dijawab oleh suami 'iya', 'mengerti', tapi belum dipraktekkan juga. Bukan karena tidak bisa, namun tidak suka dan merasa tidak perlu.
Jawab:
Bu Elia: Kalau kita datang dengan hati, maka dia akan datang dengan hati.
Jika diantara kita dan pasangan masih ada jarak, maka jarak itu yang didekatkan.
Kita turun, dia naik. Sehingga jarak itu akan semakin dekat.
Tugas kita memang tidak untuk memaksa mengubah, tapi menginspirasi untuk berubah.
Lama kelamaan akan terwarnai dengan sendirinya tanpa paksaan.
6. Jadi kita ikhlas beromantis tanpa berharap balasan romantis?
Jawab:
Ibu Anna: Dari sisi praktis, kita ambil contoh suami suka main bola.
Anda tidak menganggap main bola itu penting. Tapi karena Anda tahu main bola akan membuatnya bahagia, Anda akan berusaha menyukainya. Setidaknya mendukung kesenangannya itu.
Main bola tidak melanggar kesehatan juga tidak melanggar agama.
Nah, sebagai pasangan kita mesti saling mengerti apa yang dianggap penting oleh pasangan.
Kalau pasangan kita tidak tahu, ya dikasih tau.
Bu Elia: Prinsipnya 'kasih ... kasih ... kasih ... '
Lama-lama akan 'terima ... terima ... terima ... '
Ikhlas itu seni berinteraksi untuk saling mempengaruhi.
7. Bagaimana kalau anak sudah banyak, persoalan juga tak kalah bejibun, semua bagai rutinitas, pasangan sepertinya semakin jauh padahal ada di sebelah.
Jawab:
Bu Elia: Ruang dan waktu juga rutinitas sebetulnya tidak akan menghilangkan rasa romantisme yang pernah terbangun.
Namun jika tidak dipelihara dan dihidupkan, akan memudar bersama waktu.
Seperti tanaman, bukankah harus disiram dan dipupuk agar tidak layu dan mati?
Demikian juga perasaan romantis. Selalu memberi waktu luang untuk romantis sesibuk apapun.
Tidak selamanya romantis harus dalam kondisi jumpa darat juga. Bisa juga lewat tulisan/sapaan sederhana melalui pesan singkat.
8. Bagaimanakah sikap anak yang telah dewasa yang berniat membangkitkan romantisme orangtuanya?
Jawab:
Ibu Anna: Pernikahan yang sudah berumur tidak seharusnya membuat romantisme memudar. Justru karena anak sudah dewasa, waktu untuk berdua relatif lebih leluasa.
Coba berikan ibu dan ayah kita voucher makan berdua, atau tiket pesawat ke Hawaii, hehehe ...
Ibu Elia: Anak yang sudah dewasa bisa memediasi orangtuanya untuk menghangatkan suasana romantisme.
9. Kalau ibu dan ayah merasa nggak sreg dan memilih bertahan dalam pernikahan yang hambar tanpa romantisme demi anak-anak dan status sosial?
Jawab:
Ibu Elia: Harus diselesaikan oleh orang ketiga.
Ada proses mediasi di sana.
Karena berkeluarga dengan tidak sehat akan menjadi bom waktu.
Kesimpulan
Ibu Elia:
Rasa romantisme adalah kebutuhan dasar setiap orang. Seiring berjalannya waktu rasa kasih sayang bisa memudar jika kita tidak menjaganya.
Ibu Anna:
Saya mau ngasih tips kecil, kadang pasangan itu tidak langsung seayun selangkah.
Kadang ada yang tertinggal, ada yang terlalu cepat melangkah.
Ada yang ngotot pingin romantis, ada yang adem ayem saja.
Nah, karena rumah tangga itu milik berdua, kalau yang satu kurang romantis, yang satunya wajib memimpin.
Lead the way! Ajari dia.
Kulwap ini disponsori oleh Buku Marriage with Heart.
Ada banyak trik menjaga romantisme di sana!
Semoga sudah punya bukunya, yaaa
Waaa, ini materi pertama kita :-) Hari ini kita masuk materi-33 tanpa terasa. Terima kasih sudah ikut berbagi wawasan bersama Kulwap Keluarga Sehati, Juliaaa.
BalasHapus