"AKASIA"
- Julia Rosmaya
Hari ini mengikuti seminar hasil penelitian pasca sarjana di IPB. Salah satu tema yang diangkat adalah keanekaragaman spesies tumhuhan pascaerupsi Merapi 2010. Erupsi gunung Merapi pada tahun 2010 adalah erupsi terbesar yang pernah terjadi. Erupsi tersebut menyebabkan kerusakan ekosistem yang sangat parah yang disebabkan oleh lahar, awan panas dan debu vulkanik.
Hasil analisa vegetasi pasca erupsi menunjukkan bahwa tumbuhan Acacia decurrens mendominasi sebagian besar lahan seputar Merapi. Spesies ini dominan ditemui pasca erupsi 2006 dan 2010. A. decurrens mampu tumbuh di tempat yang terkena dampak erupsi dikarenakan karakter biji yang sanggup tumbuh dengan cepat ketika terkena panas. Orang awam mengenal tumbuhan ini dengan nama pohon akasia.
Menyimak mengenai kemampuan pohon akasia tadi untuk tetap tumbuh di lahan yang rusak parah karena erupsi merapi membuat saya berpikir. Akasia saja bisa segera tumbuh dengan cepat dan kembali mengisi lahan di seputar Merapi, masa iya kita sebagai manusia tidak bisa melakukan hal yang sama?
Di sekitar kita banyak orang yang tetiba hancur dan terpuruk saat erupsi kehidupan menerpa. Salah satunya karena patah hati. Patah hati itu seperti erupsi Merapi, tanda-tanda sudah ada ada tetapi diabaikan. Saat si dia benar-benar pergi atau hubungan tidak dapat dilanjutkan lagi maka yang ada adalah campuran berbagai macam perasaan. Kehidupan hancur seperti tanaman yang hancur pasca erupsi Merapi.
Ada beberapa tahapan patah hati mulai dari penyangkalan, marah, sedih, depresi, menerima dan segera menata diri alias "move on". Ada yang dapat melalui seluruh tahap dengan cepat dan segera memulai hubungan baru dengan orang lain, tetapi banyak pula melalui setiap tahap secara lambat.
Saya mungkin seperti pohon akasia. Dulu sekali sebelum menikah, saya pernah ditinggalkan seseorang. Kehidupan rasanya terhenti di titik saat dia pergi. Saya hancur dan terpuruk. Air mata mengalir seperti lahar dingin menyapu kesadaran bahwa matahari masih ada di luar kamar. Bahkan pernah terbersit meninggalkan dunia ini karena saya benar-benar tidak dapat menerima kenyataan.
Berminggu-minggu sisa debu dan lahar kesedihan menutupi kesadaran diri. Dini hari saat itu, saya menatap fotonya dengan berurai air mata. Adzan subuh menggema dan saya tersentak sadar. Seluruh keburukan si dia seperti terpampang di depan mata. Hai, lelaki ini tidak pantas menerima tangisanmu! Ayo keluar dan melihat mentari...
Siang itu untuk pertama kalinya saya menyengajakan diri keluar untuk bersenang-senang. Seseorang datang ke kost, dan entah mengapa saya menuruti ajakannya untuk menonton pameran lukisan yang sedang berlangsung di kota kami.
Biji akasia dalam diri saya pun segera menancapkan akarnya di kehidupan yang baru, satu persatu helaian daunnya tumbuh dan batang tanaman meninggi. Lelaki yang mengajak saya pergi ke pameran lukisan tersebut menjadi pupuk yang sempurna untuk pertumbuhannya. Dialah yang menyadarkan bahwa setelah erupsi masih ada kehidupan. Setahun setelah patah hati, kami pun benar-benar memiliki lahan penuh akasia. Dia menjadi suami saya.
Buat teman yang sedang patah hati, marilah berlaku seperti pohon akasia. Segeralah tumbuh dan jangan menunda. Matahari dan pupuk untuk kesuburan akasia ada di sekitar kita, kita hanya perlu mencari lokasi yang tepat.
#OneDayOnePost
#FebruariMembara
#hari_ketiga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar