MY BAG INSIDER (2016 VERSION)
-Julia Rosmaya
Kegemaran saya adalah menggunakan tas berukuran besar dan bila memungkinkan berwarna menyolok. Intinya tidak mau sama dengan orang lain. Sejak bekerja di Bekasi saya menggunakan kendaraan dinas kantor dan yang paling penting bisa pulang pergi dalam waktu yang wajar. Tidak seperti saat di Merak dulu yang terkadang harus menginap di kantor.
Perubahan moda berkendara ke kantor serta jenis pekerjaan saat ini ternyata berpengaruh besar terhadap isi tas yang saya bawa. Tidak hanya isi tas, tapi juga gaya berpakaian. Dulu saya tidak pernah menggunakan sepatu hak tinggi. Selalu sepatu berhak datar atau malah sepatu olahraga yang nyaman dipakai saat bertugas di lapangan sebagai ganti sepatu bot. Bagaimana mau bergaya cantik dengan sepatu hak tinggi bila saya harus naik turun truk untuk mengambil darah sapi, anjing atau hewan lain guna pemeriksaan laboratorium? Belum lagi saya harus siap 24 jam saat piket, sehingga sepatu yang nyaman amatlah sangat diperlukan.
Pernah saya menegur seorang pegawai baru di Merak terkait sepatu. Saat itu keterampilan utama yang saya ajarkan kepada pegawai baru adalah naik turun truk untuk mengambil sampel darah hewan. Saya juga selalu menekankan jenis kelamin jangan digunakan sebagai alasan untuk menolak pekerjaan. Saat melamar menjadi petugas karantina seharusnya sadar bahwa pekerjaan yang akan dilakoni memang berat. Jangan pernah mengatakan, "Ah.. saya kan perempuan, saya tidak sanggup naik turun truk!" ... atau "Ah ... saya kan perempuan, saya tidak sanggup piket malam!".
Alkisah, datanglah serombongan truk sapi. Saya meminta paramedik yang bertugas untuk mengambil darah sapi. Pegawai baru saya minta juga ikut naik ke truk sapi secara bergantian sambil mengamati cara pengambilan darah. Pengambilan darah yang ideal memang seharusnya di kandang, sapi diturunkan terlebih dahulu. Tetapi untuk menghemat waktu, cara ini jarang bahkan tidak pernah kami lakukan. Sapi langsung diambil darahnya di atas truk. Itulah sebabnya ketrampilan mengambil darah dengan kondisi ini diperlukan.
Saya lihat dari kejauhan ada seorang pegawai yang kesusahan untuk naik truk. Saya mendekat dan terkejut. Bagaimana tidak susah ... dia menggunakan sepatu berhak lancip 5 cm! Langsung saya menegur dan memberinya nasehat panjang pendek. Dia tetap saya haruskan untuk naik truk tanpa sepatu! Kejam mungkin, tetapi perlu menurut saya.
Lah kenapa saya malah bercerita soal sepatu? Hahaha ...
Baiklah, mari kita bongkar isi tas saya saat ini :
1. Dompet berukuran besar ... memuat uang; kartu nama sendiri dan beberapa orang lain; buku bank; kartu-kartu ATM; dokumen seperti KTP, SIM, KTM dan lain-lain. Saya baru sadar ternyata saya memiliki berbagai macam kartu member dari minimarket atau komunitas tertentu yang memberikan sejumlah diskon saat melakukan pembelian. Saya juga memiliki berbagai macam kartu anggota, mulai dari kartu anggota Ikatan Dokter Hewan Karantina Indonesia (IDHKI), Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), Keluarga Alumni Gadjah Mada (Kagama), Kartu Perpustakaan IPB, NPWP, Askes, Kartu Pegawai (Karpeg), Kartu PNS Elektronik (KPE), ID Card BUTTMKP; Kartu PMI untuk donor darah (ngomong-ngomong golongan darah saya O) dan kartu dari optik langganan mengenai ukuran lensa kacamata saya.
2. Dompet berwarna pink dengan isi ... Nano spray dan botolnya; tisu basah; lipstik; power bank dan charger HP; 3 pulpen, 1 pensil dan 1 notes mini; cairan pembersih kacamata; botol pelembab tubuh ukuran kecil; minyak wangi; 3 flash disk; 2 kacamata hitam dengan tingkat kegelapan berbeda untuk menyetir, pembalut; antangin (hahaha sesuai umur yang gampang masuk angin), fresh care; HP yang hanya untuk sms dan telpon tetapi jarang aktif.
3. Dompet koin ... Yang berisikan ongkos harian; kartu BNI tap cash untuk naik TransJakarta dan bis kampus; peniti dan bros kecil.
4. Tisu ... sekarang lebih sering untuk membersihkan kacamata daripada untuk membersihkan muka yang terkena debu jalanan. Alhamdulillah sudah jarang muka berminyak awut-awutan sejak menggunakan mobil dinas kantor. Untuk kuliah saya menggunakan kendaraan umum yang selalu berpendingin udara mulai dari TransJakarta hingga APTB jurusan Rawamangun-Bubulak. Angkot bogor dari Bubulak ke Dermaga memang tidak ber-AC tetapi waktunya hanya sebentar. Dilanjut menggunakan bis kampus yang nyaman.
5. Mukena ... Ini baru sering dibawa sejak kuliah lagi. Sebelumnya jarang, karena ada masjid di kantor dengan mukena bersih dan wangi. Sedangkan mukena di mushola kampus lebih sering tidak layak pakai.
6. Botol minuman ukuran 1 liter ... tahun 2013 saya merubah gaya hidup dengan lebih banyak minum air putih. Minimal 2 liter sehari. Sehingga kemana-mana selalu membawa botol minuman. Ketinggalan botol sudah sangat sering, sehingga saya membiasakan diri untuk selalu memasukkan botol ke dalam tas setelah minum. Sehingga mau tidak mau tas saya tetap harus besar untuk menampung botol tadi. Ngomong-ngomong botol saya yang terakhir malah ada di kantor, disembunyikan teman yang iseng waktu saya terakhir kesana hiks. Padahal itu botol tupperware berwarna merah yang susah didapat.
7. Payung ... hanya dibawa bila ke kampus.
8. Novel ... tetap harus ada. Terkadang saya menjadi penumpang karena berangkat bersama beberapa teman sekantor. Perjalanan pulang biasanya lebih lama karena macet. Hendak tidur saya tidak pernah bisa, sehingga lebih baik saya membaca novel bila kehabisan bahan pembicaraan. Saat ke kampus, novel tetap dibawa untuk dibaca saat duduk di APTB.
Dan ... sudah ... hanya itu saja.
Lebih sedikit kan barang saya dibanding saat saya bolak-balik Jakarta-Merak? Seragam, handuk dan pakaian dalam sudah tidak pernah dibawa lagi, kecuali bila memang hendak menginap di kantor. Beberapa kali saya menginap di kantor. Tetapi bila ada teman pulang, semalam apapun saya selalu pulang. Sisir juga tidak ada lagi. Sejak mengenakan hijab tentu saja saya tidak membutuhkan sisir.
Bekal sarapan pagi juga sudah sangat jarang dibawa karena ada sarapan pagi di kantor. Bila ke kampus, saya masih sempat sarapan di rumah dengan anak-anak dan suami.
Untuk kosmetik saya hanya berbekal lipstik tanpa bedak, pelembab dll. Dikarenakan saya sudah dandan dari rumah, tidak seperti dulu. Dulu saya berangkat hanya menggunakan pelembab saja, rambut kadang tidak disisir hanya diikat (saat itu belum berhijab). Sehingga tampang awut-awutan gak jelas itu pasti hahaha ... (baca http://juliarosmaya.blogspot.co.id/2016/02/my-bag-insider-2010-version.html). Saya tidak terbiasa untuk memperbaiki dandanan di siang hari setelah shalat. Sehingga pelembab dan bedak tidak diperlukan. Lisptik tetap ada, karena cara tercepat untuk memperbaiki penampilan adalah mengoleskan lipstik setelah sebelumnya mencuci muka.
Hal yang baru dibawa sejak kerja di Bekasi adalah minyak wangi, kacamata hitam dan power bank. Walau nyatanya minyak wangi itu juga tidak berkurang isinya karena jarang digunakan. Berangkat dan pulang kerja Jakarta-Bekasi selalu menentang matahari. Pagi ke arah Timur pulang ke arah Barat. Akibatnya mata menjadi silau dan memerlukan kacamata gelap untuk menyetir. Bila matahari sangat cerah maka saya menggunakan kaca yang kegelapannya lebih banyak dan kegelapan lebih sedikit digunakan bila cuaca agak mendung. Penggunaan telpon genggam pintar membuat kita selalu tergantung pada sumber daya listrik. Sehingga bila tidak bertemu dengan sumber listrik, power bank harus digunakan. Bila tidak, bisa mati gaya karena tidak terhubung dengan dunia ... haiyahhhh ...
Bila saya harus membawa laptop ke kampus, maka semua barang tadi langsung dipindah ke tas ransel ukuran besar. Selain laptop, tambahan yang harus dibawa adalah mouse, charger laptop, buku catatan serta tugas-tugas kuliah. Saya tetap merasa membawa satu tas berat dan besar tetap lebih praktis daripada membawa dua tas atau lebih.
Berapa jumlah tas saya saat ini?? Ssst ... tahukah anda jangan pernah bertanya mengenai umur, berat badan serta jumlah sepatu dan tas yang dimiliki seorang wanita? Karena jawabannya rahasia ... hahahahaha....
#OneDayOnePost
#FebruariMembara
#hari_kesembilan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar