- Julia Rosmaya
"Kapan ke kampus?"
Sekalimat SMS mengusik pagiku. Aku sudah jarang ke kampus. Skripsiku sudah beres, hanya perlu beberapa kali konsultasi untuk perbaikan. Dosenku terkadang meminta perbaikan dikirim via email, sehingga kedatanganku ke kampus juga semakin jarang.
Bila harus ke kampus, aku juga menghindar pergi di hari dan jam tertentu. Hari dan jam dimana dia ada.
"Kau takut bertemu dia!" jerit hati kecilku.
Iya, aku takut. Takut bila kami bertemu maka usahaku akan sia-sia.
Aku dan dia dipertemukan dua tahun lalu, saat aku mengalami kesulitan di laboratorium yang merupakan tanggung jawabnya. Sebagai asisten dosen dia banyak memberi bantuan. Apalagi skripsi yang kukerjakan banyak membutuhkan penelitian di laboratoriumnya. Waktu yang aku habiskan di laboratorium mengeratkan hubungan kami. Entah bagaimana, ada seulas rasa yang menyusup pelan di hati. Walau pekerjaan di laboratorium telah usai, aku selalu menyempatkan diri mampir dan menyapanya.
Lima bulan lalu, aku mendengar kabar bahwa dia hendak menikah. Saat itu kunjunganku ke laboratorium memang sudah berkurang, sibuk dengan pembuatan skripsiku. Kami hanya berhubungan via Whatsapp saja. Aku tidak pernah berani menanyakan kebenaran kabar itu. Aku merasa bahwa bukan porsiku untuk bertanya bila dia sendiri juga tidak berusaha menjelaskan mengenai statusnya. Usianya 5 tahun di atasku, sudah sewajarnya dia menikah. Aku sendiri tidak memiliki seseorang istimewa yang pantas disebut kekasih.
Dua bulan sejak mendengar kabar itu, aku merasa bahwa dia berubah. Dia lebih perhatian. Frekunsi kami berhubungan via WA juga lebih sering walau tetap jarang bertemu muka. Lalu suatu hari mendadak WA nya tidak bisa dihubungi. Aku di blokir.
Segera aku sempatkan diri berkunjung ke laboratoriumnya.
"Hai, kamu sehatkah?" katanya menyapa dengan hangat, "Skripsimu sudah beres kan?"
Aku hanya memandangnya. Terkadang dia bisa membaca pikiranku tanpa aku berkata lebih lanjut.
Dia mendesah, menatapku lama. Wajah dengan dagu persegi itu mendadak berubah. "Maafkan aku ... calon istriku tidak suka bila kita berhubungan. Aku terpaksa memblokir WA mu. Tapi kita masih bisa bertemu dan mengobrol langsung seperti ini kan?" dia berkata sambil membereskan mejanya. Meja yang kulihat sudah rapi.
"Benar ya kau akan menikah?" tanyaku memastikan. Hatiku mencelos. Kualihkan pandang dan membelakanginya. Mendadak cawan petri di meja laboratorium terlihat lebih menarik daripada sosoknya.
"Iya, benar. Rencananya tahun depan. Aku senang berteman denganmu. Kau jangan berhenti menjadi temanku ya" suaranya perlahan.
"Bagaimana bisa kita berteman bila kita tidak bisa berkomunikasi dengan lancar? Apalagi sebentar lagi aku lulus. Kita akan semakin jarang bertemu dan mengobrol langsung" aku berjalan menjauh masih sambil membelakanginya. Mendadak mataku terasa hangat, ada butiran air yang siap jatuh disana. Aku tidak ingin dia tahu.
Aku mendengar suara langkah. Suaranya dekat di belakangku, "Hana maafkan aku"
Kubalikkan badan, kutatap matanya lekat. Kubiarkan air mata yang tadi tertahan terjatuh. "Maafkan aku juga ya. Bila dalam pertemanan kita, kau merasa tidak nyaman. Sampaikan maafku ke calon istrimu"
Tangannya terulur tetapi mendadak terhenti, dia menarik nafas sekali lagi dan berkata, "Hana, saat ini dan seterusnya tanganku tidak sanggup menyentuh air matamu. Aku akan selalu menjadi temanmu, selalu. Tetapi tidak bisa lebih dari itu. Kau tahu situasiku kan?"
Kami tidak berkomunikasi lebih lanjut. Aku tahu banyak hal yang ingin dia sampaikan. Tetapi aku tidak ingin mendengar. Dia akan menikah dan itu sudah cukup bagiku untuk menghindar.
Aku tidak ingin hanya menjadi temannya, aku ingin lebih. Dia tahu itu.
Hari ini sekelumit sms darinya membuyarkan tekadku. Aku hanya memandang deretan kata-kata itu lagi dan lagi. Aku terkesiap saat mendadak ada email masuk. Dari dia.
Hana,
Permohonan beasiswa untuk studi doktoralku sudah disetujui. Bulan depan aku berangkat ke Jerman. Pernikahanku dibatalkan. Dia mendadak ragu seperti aku juga ragu. Mungkin lebih baik begini. Setidaknya kami belum menikah dan saling menyakiti.
Hana,
Tahukah kau bahwa aku baru saja menemukan organ baru yang fungsinya sama dengan jantung.
Organ itu bisa berdetak dan berdebar-debar, nama organ tersebut adalah rindu
Saat di Jerman nanti aku akan mempelajari organ itu lebih seksama. Aku ingin tahu dia masuk ke dalam sistem tubuh yang mana. Apakah tanpa organ rindu kita masih akan tetap berfungsi, akan kucari jawabannya disana.
Hana,
Aku rindu kehadiranmu dalam hidupku
Aku terpana, masih adakah harapan bersamanya setelah ini? Aku tak tahu.
Note :
Buat Deki ... terima kasih untaian katanya ya ...
Buat Hana... pinjam namamu ya Na .. makasih ... mmmuuuaaah
OneDayOnePost
#FebruariMembara
#hari_ketigabelas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar