Rabu, 17 Februari 2016

DELAPAN JAM TIDAKLAH CUKUP (PART 1)

DELAPAN JAM TIDAKLAH CUKUP (PART 1)
-Julia Rosmaya

Aku menyesal minum kopi pagi ini. Aku menyesal telah menghabiskan air minum bekalku sebanyak 1 liter. Aku menyesal tidak membawa mobil. Aku menyesal tidak membawa sarapan pagi ini…. Masih lamakah perjalanan?... Rasanya tidak sampai-sampai.

Tita merenung melihat pemandangan di balik kaca bis yang telah ditumpanginya 4 jam terakhir. Dia ingin buang air kecil. Tidak disangkanya bahwa perjalanan dari rumah di Jakarta ke Merak dengan menggunakan bis selama ini.

Hari ini dia memulai babak baru dalam hidup. Beberapa bulan lalu dia dinyatakan diterima sebagai PNS di Badan Karantina Pertanian, dan ditempatkan di pelabuhan Merak. Tita beberapa kali ke pelabuhan Merak bila hendak pergi ke Sumatra, tetapi biasanya dia pergi bersama keluarga menggunakan mobil pribadi. Kali ini dicobanya menggunakan kendaraan umum.

Tidak disangka, menggunakan kendaraan umum membutuhkan waktu dua kali lebih lama daripada kendaraan pribadi. Dia belum sempat sarapan tadi pagi. Hanya minum segelas kopi. Bekalnya pun hanya 1 liter air minum. Membeli makanan dari pedagang asongan dia tidak berani. Akhirnya air 1 liter pun habis sebelum sampai Serang.

Bis yang ditumpanginya berjalan lambat, tadi tol dalam kota Jakarta tidak terlalu padat, tol arah Merak pun lancar. Hanya sewaktu bis masuk ke terminal Pakupatan Serang, bis mengetem lama sekali mencari penumpang. Alhasil hampir 4 jam, Tita belum sampai ke tujuan.

Menurut informasi yang dia terima, Kantor Karantina Merak terletak beberapa meter setelah pintu tol Merak. Sebentar lagi bis keluar pintu tol, dia harus siap-siap turun.

Dipandangnya kantor berlantai 2 yang sebentar lagi akan menjadi tempat dia bekerja. Cukup megah. Ada 2 truk besar yang berhenti di depan kantor. Beberapa petugas berseragam coklat tampak sedang naik ke atas truk dan mengamati isi di dalamnya. Tita tersenyum manis pada satpam di depan pintu masuk dan menyatakan bahwa dia ingin bertemu dengan kepala balai.

Beberapa saat kemudian, dia sudah duduk menunggu di depan ruangan kepala balai di lantai 2. Seorang perempuan dan seorang lelaki duduk menunggu juga. Tita ingin segera ke Toilet, teringat bahwa kondisinya masih berantakan setelah naik bis tadi. Dia bertanya pada seseorang dimana letak toilet, dan bergegas kesana. Lega rasanya bisa menunaikan hajat. Dibenahi rambut dan mukanya agar terlihat lebih segar. Tak lupa bedak tipis dan seulas lipstick digunakan. Hari ini dia menggunakan celana panjang hitam dan kemeja biru muda. Rambut ikalnya yang panjang diikat menjadi satu di belakang. Setelah yakin penampilannya cukup layak untuk kesan pertama bertemu dengan kepala balai, dia segera keluar.

Kedua orang tadi masih menunggu. Di depan mereka ada panganan kecil dan cangkir teh. Mendadak perutnya bergemuruh. Ini sudah hampir pukul 11 dan perutnya belum kemasukan apapun. Sapaan halus lelaki muda mempersilahkan Tita untuk minum dan makan panganan yang ada di atas meja. Tita bersyukur, segera dihabiskan teh dalam cangkir dan diambilnya sebuah arem-arem. Setidaknya perut sudah sedikit terisi.

Tak lama, pintu ruangan kepala balai terbuka. Keluarlah seorang lelaki berusia tiga puluhan berseragam coklat dengan berbagai tanda pangkat di bajunya. Rahangnya kukuh, rambutnya berombak yang disisir rapi ke belakang, berkacamata dengan bingkai hitam, matanya terlihat serius memandang dokumen di tangan. Dia tidak memandang ke arah ruang tunggu tetapi langsung menuju ke lantai bawah.

Lelaki muda yang tadi, mempersilahkan Tita dan yang lain untuk masuk ke dalam.
“Pak, ini PNS baru yang hendak melapor ke Bapak,” kata lelaki muda tadi, yang belakangan diketahui Tita bernama Anto.

Seorang lelaki bertubuh jangkung dan kurus berseragam coklat dengan lebih banyak tanda pangkat dibanding lelaki berahang kukuh tadi, berdiri menyalami mereka satu persatu.

“Selamat datang di Merak, saya Abimanyu. Silahkan duduk. Bagaimana perjalanan kalian? Susah tidak menemukan kantor ini? Bisa saya tahu nama-nama kalian?” kata pak Abimnayu.

Tita melihat sekeliling, dilihatnya perempuan yang sebaya dengannya tersenyum kepadanya, seperti berharap supaya Tita memulai perkenalan duluan. Lelaki yang satunya juga hanya tersenyum ke pak Abimanyu. Sehingga Tita memutuskan untuk memulai perkenalan.

“Alhamdulillah, tadi tidak sulit menemukan kantor ini. Saya Anindita Kumala. Dokter hewan yang ditugaskan untuk bekerja disini. Saya biasa dipanggil Tita pak,” kata Tita tersenyum ke pak Abimanyu. Selanjutnya dia menoleh teman menunggunya tadi.

“Saya Janadi Ismanto pak, saya paramedic. Saya mohon bimbingan Bapak karena saya belum pernah bekerja sebelumnya. Saya baru saja lulus 6 bulan yang lalu,” kata Janadi terbata-bata.

“Saya Iswahyuni pak. Saya sarjana HPT baru lulus juga. Saya juga mohon bimbingan Bapak,” kata perempuan muda tadi.
Pak Abimanyu tersenyum dan membentangkan tangannya.

“Sekali lagi selamat datang. Saya senang sekali mendapat tambahan PNS baru seperti kalian. Masih muda-muda dan segar. Mulai besok kalian memulai hari kalian di kantor ini ya. Bu Tita sebelumnya kerja dimana?” Tanya pak Abimanyu tersenyum ramah ke arah Tita.

“Saya praktek mandiri pak. Tetapi orangtua menyarankan saya untuk menjadi pegawai negeri. Saya manut saja pak. Saya mohon bimbingan Bapak,” Tita balas tersenyum.

“Wah bagus bagus. Kalian bertiga saya beri masa orientasi satu sampai dua bulan ya untuk melihat seluruh system pekerjaan disini. Saya ingin kalian tidak terpaku pada bidang teknis kalian saja. Bu Iswahyuni yang sarjana HPT harus tahu pekerjaan medic veteriner seperti apa. Pak Janadi juga, harus tahu pekerjaan POPT seperti apa. Jangan hanya tahu urusan hewan saja. Bu Tita juga wajib tahu seluk beluk karantina tumbuhan ya tidak hanya karantina hewan saja. Selain itu kalian juga harus tahu system administrasi. Belajar semuanya ya. Wajib itu. Nanti kalian akan saya perkenalkan ke masing-masing kasie yang ada disini,“ kata pak Abimanyu sambil berjalan ke pintu memanggil mas Anto dan memerintahkan dia memanggil kasie-kasie yang berwenang.

Tita bingung, apa itu POPT? HPT dia tahu karena dia punya teman sarjana pertanian, yaitu singkatan dari Hama Penyakit Tumbuhan, sebuah jurusan di fakultas pertanian. Tapi POPT? Dia belum pernah mendengar istilah itu. Saat diterima, Tita sudah berusaha mencari tahu mengenai karantina. Karantina Pertanian terdiri dari karantina hewan dan karantina tumbuhan. Sedangkan karantina ikan ada di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan. Ada satu lagi yaitu Karantina Kesehatan di bawah Kementerian Kesehatan. Tita masih samar-samar mengetahui apa saja tugasnya nanti sebagai dokter hewan karantina. Istilah medic veteriner masih awam buatnya.

Didengarnya pintu terbuka dan masuklah 1 orang lelaki dan 1 orang perempuan berjilbab coklat. Mereka tersenyum ramah melihat Tita dan teman-temannya.

“Bu Husna, Pak Wirawan ini 3 orang PNS baru yang ditempatkan disini. Bu Husna ini kasie karantina hewan sedangkan pak Wirawan kasie karantina tumbuhan. Selain itu ada bu Jamilah kasubag TU. Bu Jamilah sepertinya sedang ke Serang mengurus sesuatu,” kata pak Abimanyu sambil pindah ke kursi lain dan memberikan kursi baru untuk pak Wirawan dan bu Husna.

“Ini Anindita, dokter hewan. Yang ini Janadi paramedic dan yang ini Iswahyuni POPT,” lanjut pak Abimanyu lagi sambil menunjuk Tita dan yang lain satu persatu.

Tita berdiri dan menyalami pak Wirawan dan bu Husna sambil menyebutkan namanya. Janadi dan Iswahyuni mengikuti tindakan yang dilakukan Tita.
“Bu Husna nanti akan membimbing Anindita dan Janadi. Sedangkan pak Wirawan akan membimbing Iswahyuni. Tentu saja nanti saya juga terlibat langsung membimbing kalian. Ingat pesan saya tadi, jangan hanya mempelajari bidang tugasnya saja. Pelajari semua. Pelajari banyak-banyak. Jangan sungkan bertanya pada saya atau yang lain ya,” pak Abimanyu meraih telpon genggamnya saat mendengar panggilan masuk. Dijawabnya panggilan telepon tersebut.

Tita memandang sekitarnya. Bu Husna tersenyum padanya. Semua orang ini memakai tanda pangkat yang berbeda-beda. Ada nama yang terjahit rapi pada dada kanan dan emblem di sisi kiri lengan baju. Baju mereka berwarna coklat muda dan bawahan coklat tua. Terlihat rapi. Jilbab yang digunakan bu Husna juga berwarna coklat senada dengan rok panjang yang digunakannya.

Didengarnya bu Husna berkata, “Mbak Anindita lulusan mana? Kalau saya lulusan UGM tetapi sudah lama sekali. Jangan-jangan saya sudah keluar, Mbak Anindita baru masuk hehehe.”

Tita ikut tertawa, “Panggil saya Tita bu, saya lulus dua tahun yang lalu. Saya lulusan UGM sama dengan ibu.”

“Wah sama ya. Disini ada 3 dokter hewan. Dua orang lulusan IPB dan yang satu lulusan Unair. Nanti belajar dengan mereka juga ya. Kalau paramedic ada 10, nanti mas Janadi bisa belajar dengan mereka juga,” kata bu Husna.

Pak Wirawan menyambung kata-kata bu Husna, “POPT disini ada 13 orang, 8 lelaki dan 5 perempuan. Kenapa bu Anindita? Kok seperti bertanya-tanya mendengar istilah POPT? Hehehe,” kata pak Wirawan terkekeh.

Tita tersenyum “Ya pak, banyak istilah yang saya masih belum tahu.”

“POPT itu singkatan dari Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan, istilah untuk jabatan fungsional karantina tumbuhan. Sedangkan dokter hewan itu nama jabatan fungsionalnya medic veteriner. Masih banyak singkatan lain. Jangan khawatir kalian punya banyak waktu untuk belajar,” kata pak Wirawan lagi.

Pak Abimanyu meletakkan telpon genggamnya dan kembali tersenyum kepada mereka. Setelah berbasi-basi sejenak, pak Abimanyu meminta pak Wirawan dan bu Husna melanjutkan pengenalan tugas. Mereka semua pun keluar dari ruangan. Tita menghela nafas lega. Sepertinya mereka orang baik semua. Dia agak gamang, karena belum pernah bekerja di bawah orang lain sebelumnya. Harus banyak belajar, batin Tita.



#OneDayOnePost
#FebruariMembara
#hari_kelimabelas
#Novel_project

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut